HTML

materi kuliah

Selasa, 27 Juli 2010

urolitiasis

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh peduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-¬tingginya diseluruh wilayah Republik Indonesia.
Visi yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai " Indoesia Sehat 2010". ( Depkes RI. 1999 )
Nefrolitiasis merupakan suatu penyakit yang salah satu gejalanya adalah pembentukan batu di dalam ginjal. Batu terbentuk ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsiumfosgat,dan asam urat meningkat . (http: //www.medicastore. com.Nefrolitiasis).
Terbentuknya batu saluran kemih di duga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologik terdapat beberapa faktor yang mempermudah terbentuknya batu saluran kemih pada seseorang. Factor tersebut adalah factor intrinsic yaitu keadaan yang berasal dari tubuh orang itu sendiri dan factor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. (http: //www.medicastore. com.Nefrolitiasis).
Abad ke-16 hingga abad ke-18 tercatat insiden tertinggi penderita batu saluran kemih yang di temukan di berbagai negara di eropa. Berbeda dengan eropa, di negara-negara berkembang penyakit batu ini masih ditemukan hingga saat ini, misalnya Indonesia, Thailand, India, Kamboja, dan Mesir. (http: //www.medicastore. com.Nefrolitiasis).
Di Indonesia yang termasuk kelompok negara-negara “stone-belt”, urolitiasis merupakan suatu masalah yang besar karena kebanyakan mengenai golongan umur produktif.
Lokalisasi batu saluran kemih (BSK) yang terbanyak adalah pada ureter yaitu 82 kasus (45,05 %) dan paling sedikit adalah uretra yaitu 1 kasus (0,54 %).. Dan ini adalah 30,30 % dari semua kasus vesikolitiasis yang berjumlah 33 kasus. Baik pada nefrolitiasis maupun pada ureterolitiasis tidak ditemukan perbedaan yang bermakna secara statistic antara penderita yang termasuk tingkat social ekonomi yang rendah, sedang dan tinggi.
Penyulitan yang didapatkan secara radiologic berupa hidronefrosis 48 (35,40 %) dan gangguan fungsi ginjal 32 (25,60 %). Kekerapan BSK paling tinggi pada suku Toraja yaitu 41 kasus dari 4210 penderita suku Toraja yang dirawat inap (9,73 % per mil) dibanding dengan suku Bugis Makassar (6,32 per mil), Jawa (4,13 per mil) dan Cina (2,04 per mil). Melihat tingginya angka penyulitan BSK dan banyaknya batu radiolusen, maka perlu dilakukan pemeriksaan Pielografi Intravena (PIV) pada setiap BSK.
Berdasarkan data yang di peroleh pada Medikal Records RS Umum Daerah Kabupaten Pangkep pada tahun 2008 sebanyak 18 kasus, sedangkan untuk periode Januari sampai Juni 2009 sebanyak 8 kasus yang dirawat di RSUD Kabupaten Pangkep.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum :
Memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada Tn. “ R “ dengan Urolithiasis di RSUD Kabupaten Pangkep.
2. Tujuan Khusus
a. Diperoleh pengalaman nyata dalam melakukan pengkajian data Tn. “ R “ dengan Urolithiasis.
b. Diperoleh pengalaman nyata dalam merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. “ R “ dengan Urolithiasis.
c. Diperoleh pengalaman nyata dalam menetapkan perencanaan Asuhan Keperawatan pada Tn. “ R “ dengan Urolithiasis
d. Diperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn. “ R “ dengan Urolithiasis.
e. Diperoleh pengalaman nyata dalam melakukan evaluasi keperawatan pada Tn. “ R “ dengan Urolithiasis.
f. Diperoleh pengalaman nyata dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Tn. “ R “ dengan Urolithiasis
g. Mampu menilai kesenjangan antara teori dengan kasus nyata dan mencari alternative pemecahan masalah.
C. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan Karya Tulis ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Klien
a. Klien dan keluarga ditingkatkan pengetahuan dalam pencegahan,perawatan dan pengobatan penyakit Urolithiasis
b. Klien mendapatkan asuhan keperawatan dengan baik.
2. Bagi Rumah Sakit
Dapat menjadi masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang ada di rumah sakit untuk mengambil langkah-langkah kebijaksanaan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan khususnya pada kasus Urolithiasis.
3. Bagi Institusi
Dapat menjadi bahan bacaan ilmiah, kerangka perbandingan untuk mengembangkan ilmu keperawatan serta menjadi sumber informasi bagi mereka yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.
4. Bagi Penulis
Diperoleh pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien yang dirawat dengan kasus Urolithiasis
D. Metode dan Tekhnik Pengumpulan Data
1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pengambilan Kasus :
Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan dilaksanakan selama 3 (tiga) hari yang berlangsung pada tanggal 3 sampai dengan 5 Agustus 2009 di Ruang Interna RSUD Kabupaten Pangkep.
2. Tekhnik Pengumpulan Data :
a. Studi Kasus
Memperoleh data langsung berhubungan dengan klien dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data :
1) Interview
Mengadakan wawancara dengan klien dengan memberikan pertanyaan langsung berdasarkan format pengkajian keperawatan medikal bedah.
2) Pemeriksaan Fisik
Melakukan pemeriksaan fisik kepada klien dengan tekhnik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
3) Dokumentasi
Dokumen yang berhubungan dengan klien termasuk hasil-hasil diagnostik test.
4) Diskusi
Dilakukan dengan perawat pembimbing ruangan dan pembimbing institusi.
b. Studi Kepustakaan dengan mempelajari literature-literatur yang berkaitan dengan studi kasus.
E.Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan serta memperoleh gambaran dari karya tulis ini, maka penulisan dibagi dalam 5 bab, dan susunannya sebagai berikut

BAB I : PENDAHULUAN
Yang terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode dan tekhnik penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
Yang terdiri dari konsep dasar medik tentang Urolithiasis yang terdiri dari
BAB III : TINJAUAN KASUS
Disusun berdasarkan proses keperawatan yang terdiri dari : pengkajian data, diagnose keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
BAB IV : PEMBAHASAN
Akan dibahas tentang hasil kesenjangan antara teori dan praktek (kasus) yang bertujuan menemukan kesenjangan antara teori dan fakta yang ada.
BAB V : PENUTUP
Yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN








BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Medik
1. Anatomi
a. Ginjal adalah organ berbentuk seperti kacang , warna merah tua,panjang sekitar 11 – 13 cm (4-5 inchi) dan tebalnya 1,5 – 2,5 cm dan lebarnya 5 – 7 cm ( kurang lebih sebesar kepalan tangan ). Setiap ginjal memiliki berat antara 125 – 175 g pada laki-laki dan 115 – 155 g pada perempuan, atau secara umum ginjal seberat 120 – 150 gram (dr.Savitri Raniah)
b. Lokasi









Letak pada area yang tinggi yaitu pada dinding abdomen posterior yang berdekatan pada dua pasang iga terakhir, bagian atas ginjal kiri setinggi Torakal . 11 dan bagian bawah ginjal kiri setinggi lumbal 2, atau Lumbal .3 sedangkan ginjal kanan bagian atas setinggi Torakal 12 dan bagian bawahnya setinggi lumbal 3, agak kebawah dibandingkan dengan ginjal kiri oleh karena adanya hati pada sisi kanan Organ ini merupakan organ retroperitoneal dan terletak diantara otot-otot punggung dan peritonium rongga abdomen atas. Tiap ginjal memiliki sebuah kelenjar adrenal di atasnya.(Beare P Gauntlet and Myers. Judith)
c. Jaringan ikat pembungkus. tiap ginjal diselubungi 3 lapisan jaringan ikat :
1) Fasia renal, pembungkus terluar yang melabuhkan ginjal pada struktur disekitarnya dan mermpertahankan posisi organ(Beare P Gauntlet and Myers.Judith)
2) Lemak perirenal, yaitu jaringan adiposa yang terbungkus fasia ginjal. Jaringan ini membantali ginjal dan membantu organ tetap pada posisinya.
3) Kapsul fibrosa, adalah membran halus transparan yang langsung membungkus ginjal dan dapat dengan mudah dilepas.



d. Struktur internal ginjal :
Bila ginjal dibelah dua secara memanjang maka terlihat bagian luar yang bercak-bercak  cortex, dan bagian dalam yang bergaris-garis  medulla. Medulla terdiri dari bangunan-bangunan berbentuk kerucut yang disebut renal pyramid, didalamnya merupakan kumpulan nefron  nefron ini merupakan unit fungsional ginjal, setiap ginjal terdiri dari kira-kira satu juta unit nefron dan setiap nefron terdiri atas : satu glomerulus, tubulus proksimal, ansa henle dan tubulus distal, kumpulan tubulus distal  T. kolegentes  pelvis.
1) Hilus (hilum) adalah tingkat kecekungan tepi medial ginjal
2) Sinus ginjal, adalah rongga berisi lemak yang membuka pada hilus. Sinus ini membentuk perlekatan untuk jalan masuk dan keluar ureter, vena dan arteri renalis, saraf dan limfatik
3) Pelvis ginjal, yaitu perluasan ujung proksimal ureter. Ujung ini berlanjut menjadi dua atau tiga kaliks mayor yaitu rongga yang mencapai glandilar, bagian penghasil urine pada ginjal. Setiap kaliks mayor bercabang sampai beberapa (8 – 18 ) kaliks minor.(Beare P Gauntlet)
4) Parenkim ginjal adalah jaringan ginjal yang menyelubungi struktur sinus ginjal, yang terbagi menjadi jaringan medula dalam dan korteks luar. Medula terdiri dari massa-massa triangular yang disebut piramida ginjal. Ujung yang sempit dari setiap piramida disebut papila, yang masuk dengan pas dalam kaliks minor dan ditembus oleh mulut duktus pengumpul urine. Korteks tersusun dari tubulus dan pembuluh darah nefron yang merupakan unit struktural dan fungsional ginjal. Korteks terletak di dalam diantara piramida-piramida medula yang berseblahan untuk membentuk kolumna ginjal yang terdiri dari tubulus-tubulus pengumpul yang mengalir ke dalam duktus pengumpul.
e. Ginjal terbagi-bagi lagi menjadi lobus ginjal, setiap lobus terdiri dari satu piramida ginjal, kolumna yang saling berdekatan dan jaringan korteks yang melapisinya.(Beare P Gauntlet and Myers.Judith L)


f. Struktur Nefron.
Satu ginjal mengandung 1 sampai 4 juta nefron yang merupakan unit pembentuk urine. Setiap nefron memiliki satu komponen vascular (kapiler) dan satu komponen tubular.
a) Glomerulus, adalah gulungan kapilar yang dikelilingi kapsul epitel berdinding ganda yang disebut Kapsul bowman. Glomerulus dan kapsul bowman bersama-sama membentuk sebuah korpuskel ginjal. Lapisan viseral kapsul bowman adalah lapisan internal epitelium .Sel-sel lapisan viseral dimodifikasi menjadi podosit (sel-sel seperti kaki ), yaitu sel-sel epitel khusus disekitar kapilar glomerular. Setiap sel podosit melekat pada permukaan luar kapiler glomerular melalui beberapa prosessus primer panjang yang mengandung prosessus sekunder yang disebut prosessus kaki atau pedikel ( kaki kecil ). Pedikel berinterdigitasi (saling mengunci) dengan prosessus yang sama dari podosit tetangga. Ruang sempit antara pedikel-pedikel yang berinterdigitasi disebut Filtrasion Slits (pori-pori dari celah ) yang lebarnya sekitar 25 m. Setiap pori dilapisi selapis membran tipis yang memungkinkan aliran beberapa molekul dan menahan aliran molekul lainnya. Barier filtrasi glomerular adalah barier jaringan yang memisahkan darah dalam kapilar glomerular dari ruang dalam kapsul bowman. Barier ini terdiri dari endotelium kapilar, membran dasar ( lamina basalis) kapilar, dan filtrasion slit.
b) Lapisan parietal kapsul bowman membentuk tepi terluar korpuskel ginjal. Pada kutub vaskular korpuskel ginjal, arteriola aferen masuk ke glomerulus dan arteriol eferen keluar dari glomerulus. Pada kutub urinarius korpuskel ginjal, glomerulus memfiltrasi aliran yang masuk ke tubulus kontortus proksimal.
c) Tubulus kontortus proksimal,Panjangnya mencapai 15 mm dan sangat berliku. Pada permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat sel-sel epitelial kuboid yang kaya akan mikrovilus (brush border) dan memperluas area permukaan lumen.
d) Ansa henle. Adalah tubulus kontortus proksimal megngarah ke tungkai desenden ansa henle yang masuk kedalam medula, membentuk lengkung jepit yang tajam(lekukan) dan membalik ke atas membentuk tungkai asenden ansa henle. Nefron korteks terletak dibagian terluar korteks. Nefron ini memiliki lekukan pendek yang memanjang ke sepertiga bagian atas medula. Nefron jukstamedular terletak didekat medula, memiliki lekukan panjang yang menjuluar kedalam piramida medula.
e) Tubulus kontortus distal juga sangat berliku, panjang sekitar 5 mm dan membentuk segmen terakhir nefron. Disepanjang jalurnya, tubulus ini bersentuhan dengan dinding arteriol aferen. Bagian tubulus yang bersentuhan dengan arteriol mengandung sel-sel termodifikasi yang disebut makula densa. Macula densa berfungsi sebagai suatu kemoreseptor dan distimulasi oleh penurunan ion natrium. Dinding arteriol eferen yang bersebelahan dengan macula densa mengandung sel-sel otot polos termodifikasi yang disebut sel jukstaglomerular. Sel ini distimulasi melalui penurunan tekanan tekanan darah untuk memproduksi renin. Macula densa, sel jukstaglomerular dan sel mesangium saling bekerja sama untuk membentuk aparatus jukstaglomerular yang penting dalam pengaturan tekanan darah
f) Tubulus dan duktus pengumpul. Karena setiap tubulus pengumpul berdesenden di korteks, maka tubulus tersebut akan mengalir kesejumlah tubulus kontortus distal. Tubulus pengumpul membentuk duktus pengumpul besar yang lurus. Duktus pengumpul membentuk tuba yang lebih besar yang mengalirkan urine kedalam kaliks minor. Dari Pelvis ginjal, urine dialirkan ke ureter yang mengarah kekandung kemih. Karena setiap tubulus pengumpul berdesenden di korteks, maka tubulus tersebut akan mengalir kesejumlah tubulus kontortus distal. Tubulus pengumpul membentuk duktus pengumpul besar yang lurus. Duktus pengumpul membentuk tuba yang lebih besar yang mengalirkan urine kedalam kaliks minor. Kaliks minor bermuara kedalam pelvis ginjal melalui kaliks mayor. Dari pelvis ginjal, urine dialirkan ke ureter yang mengarah ke vesica urinaria.

2. Fisiologi Ginjal
Fungsi utama dari ginjal adalah mempertahankan komposisi dan volume cairan tubuh agar tetap konstan. Mekanisme utama dalam hal mempertahankan mekanisme homeostatis tersebut adalah melalui fugsi ekskresinya.
Secara spesifik fungsi ginjal adalah sebagai berikut :
a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
b. Memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh, terutama melalui pengaturan keseimbangan H2O.
c. Mengekskresikan (eliminasi) zat sisa organik; Ginjal mengekskresi urea, asam urat, kreatinin dan produk penguraian hemoglobin dan hormone, Jika dibiarkan menumpuk zat – zat sisa tersebut bersifat toksik, terutama bagi otak.
d. Pengaturan konsentrasi ion-ion penting ; Ginjal mengekskresi ion natrium, kalium , kalsium , magnesium, sulfat dan fosfat. Ekskresi ion-ion ini seimbang dengan asupan dan ekskresinya melalui rute lain, seperti pada saluran gastrointestinal atau kulit.
e. Pengaturan keseimbangan asam basah tubuh ; Ginjal mengendalikan ekskresi ion hidrogen (H+), bikarbonat (HCO3¬¬¬¬¬¬¬-),dan amonium(NH4¬¬¬¬¬¬¬+), serta memproduksi urine asam atau basah, bergantung pada kebutuhan tubuh.
f. Pengaturan produksi sel darah merah; Ginjal melepas hormon eritropoetin, yang mengatur produksi sel darah merah dalam sum-sum tulang
g. Pengaturan tekanan darah ; Ginjal mengatur volume cairan yang esensial bagi pengaturan tekanan darah dengan memelihara volume plasma, dan juga memproduksi enzim renin. Renin adalah komponen penting dalam mekanisme renin-angiotensin –aldosteron yang meningkatkan tekanan darah dan retensi air.
h. Pengendalian terbatas terhadap pengendalian glukosa darah dan asam amino darah; Ginjal melalui ekskresi glukosa dan asam amino berlebihan, bertanggung jawab atas konsentrasi nutrien dalam darah.
i. Pengeluaran zat beracun, ginjal mengeluarkan polutan, atau zat kimia asing lain dari tubuh.
j. Mengubah vitamin D menjadi bentuk yang aktif yaitu : 1,25 dihydro-xychole calciferol




3. Pengertian
Batu ginjal adalah suatu penyakit dimana terjadi pembentukan batu dalam kolises dan atau pelvis. Batu ginjal dapat terbentuk karena pengendapan garam urat, oksalat atau kalsium. (http://www.medicastore.com.Nefrolitiasis)
Urolithiasis merupakan batu saluran kemih, sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu saluran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69).
Urolithiasis merupakan suatu penyakit yang salah satu gejalanya adalah pembentukan batu di saluran kemih. Batu terbentuk ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosgat, dan asam urat meningkat.
Urolithiasis adalah pembentukan deposit mineral yang kebanyakan adalah kalsium oksalat dan kalsium phospat meskipun juga yang lain urid acid dan Kristal, juga membentuk kalkulus (batu sal. kemih).( ismail;2008:62 )
Nefrolitiasis merujuk pada penyakit batu ginjal, batu atau kalkuli di bentuk oleh kristalisasi dari substansi ekskresi di dalam urine. (Nursalam,2008; )
4. Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih di duga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolic, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap. Faktor tersebut adalah :
a. Faktor Intrinsik
1) Keturunan : Penyakit ini di duga diturunkan dari orang tua
2) Umur : Penyakit ini paling sering dijumpai pada usia 30-50 tahun
3) Jenis kelamin : Jumlah pasien laki-laki 3x lebih banyak dibandingkan perempuan
b. Faktor Ekstrinsik
1) Geografis : Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stonebelt.
2) Iklim dan temperature

3) Asupan air : Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral dan kalsium pada air yang dikonsumsi.
4) Diet : Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu.
5) Pekerjaan : Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi obstruksi antara lain :
a) Statis urin. Meningkatkan pertumbuhan bakteri sehingga mendorong pertumbuhan organism maupun pembentukan Kristal khususnya magnesium ammonium fosfat.
b) Meningkatkan tekanan intra luminal menyebabkan pertumbuhan mukosa saluran kemih berkurang, sehingga menurunkan daya tahan tubuh.
c) Kerusakan jaringan dapat menimbulkan penurunan daya tahan tubuh.
5. Patofisiologi
Sebagian besar batu saluran kemih adalah idiopatik dan dapat bersifat simptomatik ataupun asimptomatik. Teori terbentuknya batu antara lain :

a. Teori Inti – matriks
b. Terbentuknya batu saluran kemih memerlukan adanya substansi organic sebagai inti.
c. Terdiri dari muko polisakarida dan muko protein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.
d. Teori Supersaturasi
e. Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti : sistin, Xantin, asam urat dan Kalsium.
f. Teori Presipitasi – kristalisasi
g. Terjadi pH urine yang mempengaruhi solubilitas subtansi dalam urine.
h. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, xantin, dan asam urat.
i. Urine yang bersifat alkali akan mengendap garam fospat.
j. Teori berkurangnya faktor penghambat.
JENIS BATU :
a. Batu Kalsium
Disebabkan oleh :
1) Hiperkalsuria : Kalsium  kelebihan alkali
Misal : Sindroma susu, kelebihan vitamin B, imobilisasi, Asidosis tubulus renalis, penyakit paget, sarkoidosis, hipertiroiditis, syndroma cushing, yang paling sering hyperkalsiuria idiopatik
2) Hiperurikosuria
Hal ini 20 % inti batu dari kristal asam urat karena kemasukan purin berlebihan, misalnya : ikan, unggas, daging (coto).
3) Hiperoksaluria
Penyebaran oksalat di jaringan ginjal, susunan makanan yang mengandung oksalat yang berlebihan misalnya : teh, sayuran.
b. Batu Struvite (Batu Campuran)
1) Tripel posfat, magnesium posfat, ammonium posfat, kalsiu karbonat  pH urine yang tinggi
2) Infeksi sistem urinarius.
c. Batu Asam Urat
PH urine yang rendah, tirah baring yang lama, penderita ileustomi/ kolostomi.Faktor asupan makanan  sayur bayam dll
d. Batu Sistin
Kelainan herediter yang resesif autosomal dari pengangkutan asam amino di membaran batas sikat tubulus proksimal meliputi sistin, arginin, ornitin, sitrulin dan lisin.
e. Batu Xantin
Resesif autosomal dengan defisiensi santin oksidase terjadi peningkatan xantin plasma.
6. Gambaran Klinis
Gejala dan tanda yang dapat di temukan pada penderita batu ginjal antara lain :
a. Nyeri pinggang
b. Hematuria makroskopik atau mikroskopik
c. Nyeri tekan kostovertebral
d. Batu tampak pada pemeriksaan pencitraan
e. Gangguan fungsi ginjal
f. Anorexia, muntah dan perut kembung
g. Hasil pemeriksaan laboratorium dinyatakan urine tidak ditemukan adanya batu leukosit meningkat
h. Kolik ginjal yang terjadi tiba-tiba dan menghilang secara perlahan-lahan
Manifestasi klinis :
1. Nyeri : pola tergantung pada lokasi sumbatan
2. Batu ginjal menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pelvis ginjal serta ureter proksimal yang menyebabkan kolik.
3. Sumbatan : batu menutup urine akan menimbulakan gejala infeksi saluran kemih.
4. Gejala gastrointestinal : meliputi mual, muntah, diare dan perasaan mual di perut berhubungan dengan refluks renointestinal dan penyebaran saraf antara ureter dan intestin.
7. Komplikasi
Batu yang terletak pada piala ginjal atau ureter dapat memberikan komplikasi obstruksi baik sebagian atau total.
Hal tersebut di atas dipengaruhi oleh :
a. Sempurnanya obstruksi
b. Lamanya obstruksi
c. Lokasi obstruksi
d. Ada tidaknya infeksi.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi pada obstruksi antara lain :
1) Statis urine meningkatkan pertumbuhan bakteri sehingga mendorong pertumbuhannya.organisme maupun pembentukan kristal khususnya magnesium amonium fosfat atau struvita.
2) Meningkatkan tekanan intra luminal menyebabkan pertumbuhan mukosa saluran kemih berkurangnya, sehingga menurunkan daya tahan tubuh.
3) Kerusakan jaringan dapat menimbulkan penurunan daya tahan tubuh.
8. Diagnostik Test
a. Klinik
1) Jumlah batu yang sebelumnya keluar atau dikeluarkan.
2) Derajat kerusakan ginjal.
3) Riwayat keluarga.
4) Analisa batu.
5) Tanda dan gejala penyakit penyebab :
a) Hiperparatiroidisme ; keluhan batu, penyakit tulang, ulkus, pankreatitis.
b) Asidosis tubuler renalis ; langkah terhuyung-huyung, sakit pada tulang.
3) Sarkoidosis ; limphadenopati eritemanodosum.
4) Sebab lain : infeksi traktus urinarius yang berulang kali, penyakit paget, imobilisasi, kelebihan vitamin D, pemasukan purin berlebihan, kelebihan alkali dan penyakit usus.
9. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urinalisis
1) Hematuria
2) Piuria
3) Kristalisasi
4) Bakteriologi
b. Kerangka Kerja Metabolic
1) Darah
1) Urine
2) Analisa batu untuk unsur kimia dan bakteriologi
3) Status batu
c. Pemeriksaan Radiologi
a) Pielografi (IVP)
b) Pielografi retrograd
c) USG
d) Tomografi
e) CT-Scan
10. Penatalaksanaan
a. Terapik Medik dan Simtomatik
1) Terapik Medik  mengeluarkan batu ginjal atau melarutkan batu.
2) Pengobatan simtomatik  mengusahakan agar nyeri khususnya kolik ginjal yang terjadi menghilang dengan memberikan simpatolitik selain itu dapat diberikan minuman berlebihan disertai diuretikum bendofluezida 5 – 10 mg/hari.

b. Terapi Mekanik
1) E S W L  Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy.
Prosedur non invasive dimana pasien dianastesi dan diletakkan di atas bantal air dimana percikan listrik dilewatkan sehingga menyebabkan gelombang shock energi meningkat, yang menghancurkan batu melalui urine
2) Stone Basket dan Uroteroskopi dengan menggunakan fragmentasi ultrasonic
3) Nefrostomi/ Nefrolitotripsi Perkutan
Pemasangan selang kedalam kaliks ginjal dan melalui parenkim pada sisi ginjal yang lain. Pengangkatan batu endoskopik setelah nefrostomi perkutan, endoskop dilewatkan dan batu diekstraksi.
4) Penghancuran batu perkutan Agen Litotripsik yang melarutkan batu diinjeksi kedalam tabung nefrostomi.
5) Litotripsi Ultrasonik Perkutan (LUP)
Prosedur yang menggunakan anastesi local dimana alat pemeriksaan ultrasonic dimasukkan kedalam pelvis ginjal melalui tabung nefrostomi dan diposisikan terhadap batu yang kemudian dihisap atau diirigasi ke luar melalui tabung nefrostomi.
c.Terapi Pembedahan
1) Pielolitotomi
Pengeluaran batu melalui insisi sampai pada pelvis ginjal.
2) Nefrolitotomi
Pengeluaran batu melalui insisi longitudinal melewati 2/3 tengah ginjal memerlukan insisi.
3) Nefroktomi
Pengangkatan ginjal
4) Litotripsi
Memecahkan batu menjadi partikel-partikel yang lebih kecil seperti pasir.
11. Pencegahan
Untuk mencegah timbulnya kembali batu saluran kemih perlu disiplin yang tinggi dalam melaksanakan perawatan dan pengobatan :
a. Masalah yang mendasari untuk mempermudah terbentuknya batu saluran kemih harus dikoreksi.
b. Infeksi harus dihindari atau pengobatan secara intensif untuk semua jenis type batu.
Setelah batu dikeluarkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya adalahupaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7%/tahun atau kambuh lebih dari 50% dalam 10 tahun. Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah:
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2-3 liter per hari
2. Diet rendah zat/komponen pembentuk batu
3. Aktivitas harian yang cukup
4. Medikamentosa
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat
a) Minuman : limun, anggur (wine) merah atau putih, bir, buttermilk,yoghurt, susu murni dan skim
b) Daging : telur, keju, unggas, ikan, makanan laut berkulit keras
c) Sayuran : kembang kol,kubis, bawang Bombay, jamur, polong-polongan, kentang, lobak
d) Buah-buahan : pisang, anggur hijau, jeruk bali, mangga, melon
e) Lemak : minyak sayur, mentega
f) Lain-lain : kelapa
3. Rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria
4. Rendah purin (misal:susu,telur ,keju,macaroni,beras,mie, roti dan jagung)
5. Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif type II (misal pada batu kalsium)
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pada asuhan keperawatan ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah suatu proses pemecahan masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki dan memelihara pasien sampai optimal melalui sesuatu pendekatan yang sistematis untuk membantu pasien. Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu :
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan harus mencakup fisik, psikologis dan parameter social. Riwayat keperawatan dan pengkajian keperawatan harus mendapatkan berbagai macam informasi demi penegakan diagnosa keperawatan yang cocok.
Data dasar pengkajian pasien menurut Doenges (2000 : 627)
a. Aktifitas/Istirahat
1) Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah ,lebih banyak duduk
2). Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi
3) Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler ,tirah baring lama)
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi ; nyeri dada (angina).
Tanda : 1) Peningkatan TD,HR(nyeri,ansietas,gagal ginjal)
2) Kulit hangat dan kemerahan atau pucat
c. Eliminasi
Gejala : 1) Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelimnya
2) Penurunan volume urine
3) Rasa terbakar ,dorongan berkemih
4) Diare


Tanda : 1) OLiguri,hematuri,poliuri
2) Perubahan pola kemih
d. Makanan/Cairan
Gejala : 1) Mual /muntah,nyeri tekan abdomen
2) Riwayat diet tinggi purin ,kalsium oksalat dan fospat
3) Hidrasi yang tidakadekuat ,tidak minum air dengan cukup
Tanda :1) Distensi abdomen ,penurunan /tidak ada bising usus
2) Muntah
e. Nyeri dan kenyamanan :
Gejala : 1) Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu ( batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan
Tanda : 1) Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi
2) Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit
f. Keamanan
Gejala : 1) Penggunaan alcohol
2) Demam /menggigil



g. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : 1) Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit .hipertensi,gout,ISK kronis
2) Riwayat penyakit usus halus ,bedah abdomen sebelimya,hiperparatiroisme
3) Penggunaan antibiotic, antihipertensi,natrium bikarbonat, alopurinul,fosfat ,tiasid,pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan untuk pasien dengan post operasi batu ginjal :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan adanya luka post operasi.
b. Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan tindakan pembedahan, terpasangnya selang drainase dan kateter.
c. Potensial terjadi komplikasi hypovolemik shok sehubungan dengan perdarahan, berkurangnya volume cairan.
d. Potensial terjadi komplikasi peritonitis sehubungan dengan adanya kebocoran pada rongga peritoneum dan luka infeksi.
e. Kurangnya pengetahuan tentang perawatan lanjut.


3. Perencanaan
Rencana tindakan untuk pasien dengan post operasi batu ginjal berdasarkan diagnosa yang lazim :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan adanya luka post operasi.
Tujuan : rasa nyaman pasien terpenuhi.
Kriteria : pasien mengungkapkan bahwa rasa neyri berkurang atau hilang.
Intervensi :
1) Anjurkan pasien untuk nafas dalam.
Rasional : dengan tekhnik relaksasi nafas dalam dapat mengurangi nyeri
2) Berikan distraksi untuk mengurangi rasa nyeri.
Rasional : dapat mengurangi nyeri dan mencegah terjadinya infeksi
3) Kolaborasikan kepada tim medis untuk pemberian obat untuk menghilangkan rasa nyeri.
Rasional : pemberian obat asam mefenamat
b. Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan tindakan pembedahan terpasangnya selang drainase dan kateter.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria : 1) hasil pemeriksaan kultur negatif
2) Jumlah leukosit dalam batas normal (10 ribu/mmk)
3) Tidak ada tanda-tanda infeksi (Kemerahan,nyeri,panas,bengkak )
Interfensi :
1) Lakukan pemeriksaan kultur sesuai instruksi.
Rasional : pemeriksaan kultur negatif
2) Perhatikan hasil pemeriksaan leukosit.
Rasional : leukosit 10 ribu/mmk
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak tindakan invasive.
Rasional : Membersihkan kulit dari kotoran, menghilangkan bau badan dan merangsang peredaran darah
4) Gunakan teknik aseptic dalam tindakan invasive.
Rasional : membersihkan kulit dari kotoran
c. Potensial terjadi komplikasi hypovolemik shock sehubungan dengan perdarahan, berkurangnya volume cairan.
Tujuan : Tidak terjadi komplikasi hypovelamik shock.
Kiteria : 1) tidak terjadi pendarahan hebat
2) tanda vital dalam batas normal
( s: 36-370C, T:110/90 mmHg, N:80-100 x /mneit, 24x/menit)
3) Tidak ditemukan tanda shock.
Intervensi :
1) Kaji dan laporkan adanya perdarahan pada selang drainase ataupun pada bantuan luka operasi
Rasional : menunjukkan adanya proses infeksi sehingga perlu dikaji untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2) Kaji adanya tanda-tanda hypovolemik shock
Rasional : mencegah terjadinya perdarahan hebat dan terjadinya shok dan dapat memudahkan dalam intrvensi selanjutnya
3) Lakukan tindakan untuk mencegah terjadinya perdarahan
Rasional : Mencegah kontaminasi kuman penyebab infeksi baik melalui alat yang digunkan maupun melalui tangan perawat
d. Potensial terjadi komplikasi peritonitis sehubungan dengan adanya kebocoran pada rongga peritenium dan luka infeksi.
Tujuan : Tidak terjadi komplikasi infeksi.
Kriteria : - Nyeri abdomen berangsur – angsur berkurang.
- Perutnya tidak mengembuk dan lunak.
- temperatur turun sampai batas normal ( 36 – 370C)
( s: 36-370C, T:110/90 mmHg, N:80-100 x /mneit, 24x/menit)
- Bising usus berangsur-angsur kembali normal ( 16x/menit)
Intervensi :
1) Kaji dan laporkan tentang tanda dan gejala dari peritonitis
Rasional : Perubahan pada karakteristik menunjukkan terjadinya abses atau peritonitis, memerlukan upaya eva-luasi medik dan intervensi.
2) Monitor leukosit, laporkan peningkatan atau terjadinya penurunan sampai batas normal.
3) Lakukan tindakan pencegahan terjadi infeksi.
Rasional : melakukan tindakan dengan tekhnik aseptic dapat membersihkan kulit dari kotoran
4) Lakukan tindakan untuk mencegah tekanan pada luka operasi.
Rasional : meghindari garukan pada daerah luka dapat menghindari proses penyebaran mikroorganisme pada bagian yang lain
5) Monitor teraperutik dan non terapeutik dan anti infeksi.
6) Siapkan pasien untuk operasi perbaikan pada tempat yang besar jika diandikasikan.
e. Kurangnya pengetahuan tentang perawatan lanjut
Tujuan : Pasien bertambah pengetahuan tentang perawatan lanjut.
Kriteria : - Pasien mampu mencegah berulangnya batu ginjal.
- Pasien tahu tanda dan gejala infeksi saluran perkemihan untuk dilaporkan kepada ahli atau dokter dengan segera.
- Pasien mengetahui kebutuhan cairan dengan diet yang sesuai.
- Pasien mengetahui pentingnya aktifitas dan program latihan.
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan pasien dan berikan pengetahuan
khusus tentang perawatan lanjut.
Rasional : Agar pasien lebih memahami tentang penyakitnya dan tentang perawatan lanjut
2) Jelaskan kepada pasien tentang diet yang seuai setelah komposisi batu diketahui.
Rasional : Kemajuan diet yang hati-hati saat masukan nutrisi dimulai lagi menu-runkan resiko iritasi gaster.
3) Jelaskan atau anjurkan kepada pasien tentang pentingnya cairan yang adekuat untuk mencegah dehidrasi yang merupakan factor predeposisi terbentuknya batu.
Rasional : Merangsang kembali kerja nefron agar dapat menahan cairan di ginjal, mempercepat penyembuhan jaringan yg rusak.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang direncanakan olehperawat. Dalam melaksanakan keperawatan harus kerja sama dengan tim kesehatan-kesehatan yang lain, keluarga klien dan dengan klien sendiri, yang meliputi 3 hal :
a. Melaksanakan tindakan keperawatan dengan memperhatikan kode etik dengan standar praktek dan sumber-sumber yang ada.
b. Mengidentifikasi respon klien.
c. Mendokumentasikan/mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan dan respon pasien.
Faktor-faktor yang perlu di perhatikan yaitu kebutuhan klien, dasar dari tindakan, kemampuan perseorangan dan keahlian/keterampilan dari perawat, sumber-sumber dari keluarga dank lien sendiri, sumber-sumber dari instansi.
5. Evaluasi
Pada tahap akhir dari proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang di berikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi yang merupakan proses terus-menerus, diperlukan untuk menentukan seberapa baik rencana perawatan yang dilaksanakan.
Evaluasi merupakan proses interaktif dan kontinu, karena setiap tindakan keperawatan dilakukan, respon pasien dicatat dan di evaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan.
Evaluasi keperawatan mengarah pada kriteria pencapaian hasil dari tujuan keperawatan yang tercantum pada rencana keperawatan. Hasil yang di harapkan pada klien dengan :
1) Rasa nyaman nyeri teratasi
2) Tidak terjadi infeksi
3) Tidak terjadi komplikasi hypovolemik shok
4) Tidak terjadi komplikaasi infeksi.
5) Klien dan keluarga telah mengetahui dan memahami kondisi/proses penyakit dan pengobatan.









BAB III
TINJAUAN KASUS

Tgl. Masuk : 04-08-09
Tgl. Pengkajian : 05-08-09
Ruangan : Interna II
No. Register : 039752
Diagnosa : Urolithiasis
I. DATA BIOGRAFI
1. Identitas Klien
a. Nama : Tn “R”
b. Umur : 29 Thn
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Status : Kawin
e. Agama : Islam
f. Suku/ Bangsa : Bugis / Indonesia
g. Pendidikan : TS (Tidak Sekolah)
h. Pekerjaan : Petani
i. Alamat : Kassiloe
2. Identitas Penanggung
a. Nama : Ny “E”
b. Umur : 35 Thn
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Status : Kawin
e. Agama : Islam
f. Pekerjaan : IRT
g. Alamat : Kassiloe
II. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Keluhan utama : Sakit perut tembus ke belakang
b. Riwayat keluhan utama : Keluhan ini dirasakan sejak 1 hari yang lalu disertai dengan BAK yang berwarna merah serta sakit perut dibagian bawah ini dirasakan terus-menerus dan bertambah bila klien banyak melakukan gerakan dan berkurang bila klien beristirahat dan minum obat
2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Klien pernah di rawat di RSUD Pangkep dengan penyakit yang sama
b. Klien tidak ada alergi terhadap obat-obatan
c. Klien tidak ada kebiasaan mengkomsumsi alkohol
3. Informasi kesehatan sekarang
a. Minuman yang sering dikomsumsi oleh klien adalah air putih
b. Klien tidak pernah memiliki riwayat alergi terhadap debu, makanan, dan obat-obatan





4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Genogram 3 Generasi














Keterangan :
: Laki – laki : Meninggal
: Perempuan : Umur tidak diketahui
: Klien : Garis Perkawainan
- - - - : Garis Serumah : Garis Keturunan
GI : Kakek dan Nenek dari pihak ayah dan ibu sudah meninggal karena faktor usia
GII : Ayah dan ibu klien masih hidup dan sehat wal-afiat
GIII : Klien yang sementara dirawat di RS dan menderita penyakit Urolthiasis.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Kesehatan
a. Keadaan umum : sedang sakit
b. Tingkat kesadaran : composmentis
c. TTV :
- TD : 130 / 90 mmHg
- N : 76 x / menit
- S : 36 oC
- P : 20 x / menit
2. Keadaan Kulit
a. Inspeksi
- Warna kulit sawo matang
- Keadaan kulit baik
- Tidak ada kelainan kulit
b. Palpasi
- Turgor kulit baik
- Tidak ada massa / benjolan

3. Kepala
a. Inspeksi
- Bentuk kepala mesochepal
- Warna rambut hitam
- Distribusi rambut merata
- Tidak terdapat alopesia
b. Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan
- Tidak ada massa atau benjolan
- Rambut tidak mudah tercabut
4. Muka
a. Inspeksi
- Klien terlihat murung
- Klien tampak cemas dan gelisah
- Ekspresi wajah klien terlihat tegang
b. Palpasi
- Tidak terdapat nyeri tekan
5. Mata
a. Inspeksi
- Mata tampak simetris kiri dan kanan
- Kelopak mata simetris kiri dan kanan
- Konjungtiva tidak anemis
- Pupil dapat bergerak ke segala arah dengan rangsangan cahaya
b. Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan
- Tidak ada peningkatan TIO
6. Telinga
a. Inspeksi
- Telinga tampak bersih
- Tidak tampak adanya luka pada tulang telinga
- Tidak tampak adanya semen pada lubang telinga
b. Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan pada mastoid
- Tidak teraba adanya massa atau benjolan
- Tidak pembengkakan
7. Hidung
a. Inspeksi
- Tidak tampak adanya polip
- Tidak tampak adanya secret
- Struktur hidung simetris kiri dan kanan
- Tidak ada pembengkakan
b. Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan atau massa
8. Mulut dan Tenggorokan
a. Inspeksi
- Klien tidak memakai gigi palsu
- Keadaan lidah tampak bersih
- Kemampuan bicara baik
b. Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan pada rahang
- Tidak teraba adanya benjolan
9. Leher
a. Inspeksi
- Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tyroid
- Tidak tampak adanya kelenjar limfe
- Warna kulit sama dengan sekitarnya
b. Palpasi
- Tidak terdapat nyeri tekan
- Tidak teraba adanya massa
- Tidak teraba pembesaran kelenjar thyroid
10. Dada dan Paru
a. Inspeksi
- Bentuk dada normal chest
- Pengembangan dada mengikuti gerak nafas
- Irama napas regular
- Frekuensi pernapasan 20 x / menit
b. Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan
- Tidak teraba adanya massa
- Expansi dada simetris kiri dan kanan
c. Perkusi
- Suara sonor pada seluruh lapang dada
d. Auskultasi
- Bunyi nafas vesikuler
- Tidak terdengar bunyi tambahan
11. Jantung
a. Inspeksi
- Ictus cordis tidak nampak
b. Palpasi
- Ictus condis tidak teraba
c. Perkusi
- Bunyi pada area jantung pekak
d. Auskultasi
a) BJ I : Kuat Reguler / murni pada ICS 4 – 5
• Katup mitral berada pada ICS 5 mid clavicula kiri
• Katup trikuspidalis pada ICS 4 pars sternalis kiri
b) BJ II : Terdengar pada ICS 2 pars sterna kiri-kanan
• Katub aorta pada ICS 2 pars sternalis kanan
• Katub aorta pada ICS 2 pars stenlis kiri
12. Abdomen
a. Inspeksi
- Perut tampak datar
- Tidak tampak perubahan warna
b. Auskultasi
- Tidak ada bising usus
- Peristaltik usus 5 x / menit
c. Perkusi
- Suara timpani pada seluruh area perut
d. Palpasi
- Terdapat nyeri tekan pada perut bagian bawah
13. Genetalia dan Anus
Tidak dilakukan pengkajian
14. Extremitas
Atas
a. Inspeksi
- Kekuatan otot baik
- Keadaan kuku baik
b. Palpasi
- Tidak terdapat pembengkakan
c. Perkusi
- Refleks biceps + / +
- Refleks triceps + / +
Bawah
a. Inspeksi
- Tidak ada oedema pada ke dua kaki
- Keadaan kuku bersih
b. Palpasi
- Tidak terdapat adanya nyeri tekan
c. Perkusi
- Refleks patella kiri dan kanan + / +
- Refleks babinsky - / -
- Refleks achilles + / +
15. Status Neorologis
a. Tingkat kesadaran : Composmentis
b. Koordinasi : - Klien cemas terhadap penyakitnya
- Klien tidak tahu tentang penyakitnya
c. Memori : Dapat mengingat kejadian masa lalu
d. Orientasi : Dapat mengenal orang, tempat dan waktu
e. Sarasi : Dapat merasakan rangsangan yang diberikan
16. Pemeriksaan Penunjang
a. Kimia darah Tanggal : 05-08-2009
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Leukosit 22,6 x 103 / μL 5.000 – 10.000
HCT 48,8% ♂40-48% ♀37-43%
PLT 465 x 103 / μL 150 – 450
GDS 124,3  150 mg / dl
SGPT 40,3 0 – 41
Creat 0,5 -
b. Urine rutin
Protein +2 -
Blood +3 -
Keton +1 -
Lev 500 lev/ml -
17. Pola kegiatan sehari-hari
No Jenis Kegiatan Kebiasaan setelah Sakit Kebiasaan selama Sakit
1.




2.


3.









4.

5.


6. Nutrisi
- Pola makan
- Frekuensi makan
- Nafsu makan
- Porsi makan
Cairan
- Pola minum
- Jumlah minum
Eliminasi
BAK
- Frekuensi
- Warna
- Bau

BAB
- Frekuensi
- Warna
- Konstitensi
Olahraga
- Aktivitas
Istirahat / Tidur
- Tidur malam
- Tidur siang
Hygiene
- Mandi
- Sikat gigi
- Cuci rambut
- Nasi, sayur, lauk
3 x sehari
Baik
Dihabiskan

Air putih
8 gelas / hari


3 x sehari
Kuning
Amoniak


1 x
Kuning
Lunak

Sendiri

20 – 06.00
12 – 13.15

2 x sehari
2 x sehari
Setip kotor
Bubur, telur
3x sehari
Baik
Baik

Air putih
6 gelas/ hari (1.600 cc)


6 x / sehari
Merah
Amoniak


-
-
-

Sendiri

20 – 05.00
-

-
-
-

18. Pola interaksi sosial
a. Orang terdekat dengan klien istri
b. Interaksi dengan klien baik
c. Bila ada masalah dibicarakan dengan keluarga
19. Kesehatan sosial
a. Keadaan rumah kayu
b. Status kepemilikan rumah milik orang tua

20. Kesehatan spiritual
a. Klien beragama Islam
b. Klien jarang sholat
21. Perawatan dan pengobatan
a. IVFD 10 tts/ menit
b. B. Comb 2 x 1
c. AS. Mefenament 3 x 1
d. Ciproploxasium 3 x 1











KLASIFIKASI DATA

Nama Klien : Tn “R” Nama Mahasiswa :Rianti
Umur : 29 tahun NIM : 06061
Ruang rawat : Interna II
Dx Medis : Urolithiasis
Data Subyektif Data Obyektif
• Klien mengatakan terasa nyeri jika melakukan pergerakan spontan
• Klien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya
• Klien mengatakan sakit pada bagian perut bagian bawah
• Klien mengatakan sudah 6x BAK dalam sehari
• Klien mengatakan tidak pernah, mandi, sikat gigi, dan keramas selama di RS
• Klien mengatakan kencingnya berwarna merah • Wajah klien tampak murung
• Klien terlihat gelisah
• Ekspresi wajah klien tampak tegang
• Klien sudah 6x BAK dalam sehari
• Klien terlihat menangis saat melakukan gerakan
• TTV
TD : 130 / 90 mmHg
N : 76 x / menit
S : 36 0c
P : 20 x / menit




ANALISA DATA

Nama Pasien : Tn “R” Nama Mahasiswa : Rianti
Umur : 29 tahun NIM : 06061
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS :
• Klien mengatakan terasa nyeri bila melakukan pergerakan spontan
• Klien mengatakan nyeri pada bagian perut bawah
DO :
• Wajah klien tampak murung
• Klien terlihat gelisah
• TTV
N : 76 x / menit
S : 360c
P : 20 x / menit
TD : 130 / 90 mmHg Adanya statis urine mengakibatkan dilatasi pada ureter

Terjadi obstruksi pada saluran ureter

Terjadi peningkatan hidrostatik

Merangsang reseptor
Nyeri

Nyeri di persepsikan Gangguan rasa nyaman nyeri












2. DS :
• Klien mengatakan sering BAK

DO :
• Klien sering BAK dan bolak balik dari WC Terjadinya poliuri dan produksi keringat yang berlebihan


Menyebabkan pengeluaran cairan elektrolit yang lebih dari dalam tubuh

Menimbulkan gangguan keseimbangan cairan dan electrolit Resiko gangguan keseimbangan cairan



3. DS :
• Klien mengatakan kencingnya berwarna merah





DO :
• Kencing klien tampak berwarna merah Adanya batu dalam aliran urine

Terjadi penyumbatan pada saluran uretra

Menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik

Terjadi abrasi pada batu

Iritasi pada saluran uretra

Resiko terjadinya infeksi
Resiko infeksi sekuder
4. DS :
• Klien mengatakan jika obat habis nyeri sering kambuh
DO :
• Klien sering BAK dan terlihat bolak-balik ke WC Adanya dehidrasi akibat pekerjaan yang berat disertai sedikitnya intake cairan yang masuk dan kebiasaan menahan keinginan BAK

Peningkatan subtansi urine

Mengakibatkan pembentukan batu saluran kemihan

Terjadinya obstruksi pada saluran ureter ke vesika urinaria

Gangguan perubahan pola BAK Gangguan pola frekuensi BAK
5. DS :
• Klien mengatakan tidak pernah mandi, sikat gigi, dan keramas selama di RS

DO :
• Klien tidak pernah mandi, sikat gigi, dan keramas selama di RS Kesulitan beraktivitas

Gangguan pada ureter


Pengetahuan kebersihan kurang

Kegiatan personal hygiene terganggu

Gigi, rambut, dan kulit kurang bersih Gangguan personal hygiene
6. DS :
• Klien mengatakan merasa tidak tahu tentang penyakitnya

DO :
• Klien terlihat murung
• Klien terlihat gelisah
• Ekspresi wajah klien tegang Kurang pengetahuan klien tentang penyakit dan pengobatan serta pencegahan

Stressor psikologis

Mekanisme koping tidak efektif

Peningkatan kecemasan Gangguan rasa nyaman cemas





RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn “R” Nama Mahasiswa : Rianti
Umur : 29 tahun NIM : 06061
No. Dx Diagnosa Keperawatan Rencana Kegiatan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d inflamasi pada daerah ureter
DS:
• Klien mengatakan terasa nyeri bila melakukan pergerakan spontan
• Klien mengatakan nyeri pada bagian perut bawah.
DO :
• Wajah klien tampak murung
• Klien terlihat gelisah Klien akan menunjuk-kan kebutuhan rasa nyaman nyeri teratasi dengan kriteria :
• Klien tidak nyeri apabila melakukan pergerakan spontan
• Klien tidak merasakan nyeri pada bagian perut bawah
• Wajah klien tidak murung
• Klien tidak gelisah
• TTV :
S : 360c
TD: 130/ 90 mmHg
P : 20 x/mnt
N : 76x/mnt 1. Kaji tingkat nyeri



2. Observasi vital sign




3. Lakukan tehnik relaksasi (nafas dalam)


4. Penatalaksanaan pembelian obat analgetik 1. Mengetahui sejauh mana tingkat nyeri yang dirasakan klien
2. Untuk mengetahui tingkat perkembangan status kesehatan klien
3. Dengan tehnik relaksasi nafas dalam dapat mengurangi rasa nyeri klien
4. Sebagai tindakan pengobatan
2. Resiko gangguan keseimbangan cairan b/d pengeluaran cairan yang berlebihan
DS:
• Klien mengatakan sudah 6 kali BAK dalam sehari
DO:
• Klien sudah 6 kali BAK dalam sehari
Klien akan menun-jukkan keseimbangan cairan elektrolit ter-atasi dengan kriteria :
• Klien mengatakan tidak sering BAK
• Klien tidak sering BAK
1. Kaji intake dan output cairan




2. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah, kulit dan warna)

3. Pantau IV pada ketepatan yang ditentukan.

4. Beri minum yang lebih banyak dari biasanya 1. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kebutuhan pemenuhan nutrisi klien
2. Untuk menge-tahui keadaan umum pasien yang disebabkan oleh kehilangan volume cairan
3. Untuk memper-tahankan keseim- bangan cairan dalam tubuh
4. Dengan meminum yang lebih banyak akan ada keseimbangan antara output dan input.

3. Resiko infeksi sekunder b/d adanya iritasi pada saluran ureter.
DS:
• Klien mengatakan kencingnya berwarna merah
DO:
• Kencing klien tampak berwarna merah. Klien akan menunjuk-kan tidak ada tanda-tanda infeksi dengan kriteria :
• Klien BAK dengan warna kuning
• Kencing klien tidak berwarna merah 1. Kaji tanda-tanda infeksi

2. Kaji TTV



3. Kolaborasi dalam pemberian obat antibiotik 1. Untuk mengeta-hui tanda awal gejala infeksi
2. Mengetahui tingkat perkem-bangan status kesehatan klien.
3. Untuk mengurangi atau mencegah terjadinya infeksi
4. Gangguan pola BAK b/d inflamasi pada daerah kemih ditandai dengan :
DS:
• Klien mengatakan jika obat habis nyeri sering kambuh
DO:
• Klien sering BAK Klien akan menunjuk-kan Pola BAK normal dengan kriteria :
• Klien tidak merasakan nyeri jika obat habis
• BAK klien normal 1. Kaji kemampuan pasien untuk BAK

2. Kaji TTV




3. Catat pengeluaran urine dan warna 1. Untuk mengeta-hui jumlah yang dikeluarkan.
2. Untuk mengeta-hui tingkat perkembangan status kesehatan klien.
3. Mengidentifikasi fungsi kandung kemih
4.
5. Gangguan personel hygiene b/d kurangnya pengetahuan ditandai dengan :
DS:
• Klien mengatakan tidak pernah mandi, keramas, sikat gigi, selama di RS.
DO:
• Klien tidak pernah mandi
Kebutuhan rausonal hygiene terpenuhi dengan kriteria :
• Klien tampak segar dan bersih 1. Kaji tingkat kemampuan klien dalam personal hygiene

2. Bantu klien dalam pemenuhan personal hygiene
3. Anjurkan kepada klien untuk melakukan perawatan diri secara bertahap.
4. Beri HE tentang pentingnya personal hygiene 1. Untuk mengeta-hui sejauhmana kita dapat memu-lai kebutuhan personal hygiene.
2. Agar klien menjadi bersih & merasa segar.
3. Dapat menum-buhkan keman-dirian klien dalam memenuhi personal hygiene.
4. Klien memahami setiap tindakan sehubungan kooperatif terhadap tindakan yang diberikan.
Gangguan rasa nyaman cemas b/d kurang pengetahuan tentang penyakitnya yang ditandai dengan:
DS:
• Klien mengatakan merasa tidak tahu tentang penyakitnya.
• Klien tampak murung.
• Ekspresi wajah klien tegang Cemas teratasi dengan kriteria:
• Klien mengerti dan tidak cemas lagi
• Klien tampak rileks 1. Kaji tingkat kecemasan klien




2. Beri penjelasan tentang keadaan penyakit


3. Diskusikan tentang kondisi klien dengan perawat



4. Anjurkan untuk tetap memper-hatikan dan melaksanakan hal-hal yang bersifat baik 1. Mengetahui sampai mana kecemasan klien untuk memu-dahkan intervensi selanjutnya.
2. Mengetahui keadaan klien sendiri dapat menemukan kecemasan.
3. Memulai tingkat kecemasan, klien bisa menerima dan mengerti tentang keadaanya.
4. Dengan memper-hatikan dan melaksanakan hal-hal yang baik dapat memberikan ketenangan jiwa.



CATATAN PERKEMBANGAN

No Hari/
Tanggal Jam Implementasi Evaluasi
1. Kamis
06/08/09 08.00



08.15





08.20




08.30 1. Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0-10
Hasil : Nyeri sedang dengan skala 5
2. Mengobservasi TTV :
Hasil :
TD : 130 / 90 mmHg
N : 76 x / menit
S : 36 oC
P : 20 x / menit
3. Mengajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) pada saat nyeri hebat
Hasil : Klien mengerti dan mau melakukannya.
4. Memberikan obat analgetik
Hasil : Asam mefenamat
3 x 1 S :
• Klien mengatakan tidak nyeri apabila melakukan per-gerakan spontan
• Klien mengatakan tidak merasa nyeri pada perut
O :
• Klien tampak ceria
• Klien tampak tenang
• TTV:
TD: 130/90 mmHg
S : 36 oC
P : 20 x/ menit
N : 76 x / menit
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
2. Jum’at
07/08/09 09.00




09.15






09.25


09.30 1. Mengkaji intake dan output cairan
Hasil : Intake ±1500 ml + Infuse ± 750cc
Output + 1700
2. Mengobservasi TTV kulit dan warnanya
Hasil : Turgor kulit baik
TD : 120 mmHg
N : 70 x/menit
S : 36 oC
P : 20 x/menit
3. Memantau IV pada kecepatan yang ditentukan
Hasil : IV 10 tts/ menit
4. Memberikan minum yang lebih banyak dari biasanya
Hasil : Klien mau melakukannya S : Klien masih sering BAK tapi pemasukan cairannya sudah seimbang
O : Klien tampak sering BAK
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervasi
3. Sabtu
08/08/09 09.30 1. Mengkaji tanda-tanda infeksi
Hasil : Tidak terdapat adanya tanda-tanda infeksi

2. Mengkaji TTV:
Hasil TTV :
TD : 120/100 mmHg
N : 70 x/menit
S : 36oC
P : 20 x /menit
3. Kolaborasi dalam pemberian obat antibiotic
Hasil : Klien minum obatnya S : Warna kencing klien jernih
O : Klien tampak tenang
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
4. Sabtu
08/08/09 10.00 1. Mengkaji kemampuan klien untuk BAK
Hasil : BAK klien baik
2. Mengobservasi TTV:
Hasil TTV :
TD : 120/100 mmHg
N : 70 x/menit
S : 36oC
P : 20 x /menit
3. Mencatat pengeluaaran urine dan warna
Hasil : Warna urine klien jernih
S : Klien sudah tidak merasa nyeri
O : BAK klien belum normal
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
5. Sabtu
08/08/09 10.11


10.20



10.35




10.45 1. Mengkaji tingkat kemampuan klien dalam personal hygiene
Hasil : Klien tampak bersih
2. Membantu Klien dalam pemenuhan personal hygiene
Hasil : Klien tidak menolak (memandikan klien)
3. Menganjurkan kepada klien untuk melakukan perawatan diri secara bertahap
Hasil : Klien mengerti dan mau melakukannya.
4. Memberikan HE tentang pentingnya personal hygiene
Hasil : Klien mengerti S : Klien mengatakan lebih segar
O : Klien tampak bersih
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
6. 11.00 1. Mengkaji tingkat kecemasan
Hasil : Kecemasan klien sedang
2. Memberi penjelasan tentang keadaan penyakit
Hasil : Klien mengerti
3. Mendiskusikan tentang kondisi klien dengan perawat
Hasil : Sudah dilakukan dengan perawat
4. Anjurkan untuk tetap memper-hatikan dan melaksanakan hal-hal yang bersifat baik.
Hasil : Klien mau melakukannya. S : Klien mengatakan sudah tidak cemas
O : Klien tampak tenang
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi















BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang kesenjangan secara teoritis dengan kasus nyata yang di temukan pada klien Tn. “R” dengan gangguan system perkemihan : Urolithiasis di ruang interna RSUD Kabupaten Pangkep
Dalam praktek asuhan keperawatan terhadap klien Urolithiasis telah diupayakan memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif yang meliputi : pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, hingga evaluasi.
Berikut ini akan di uraikan analisa terhadap masalah-masalah yang menimbulkan kesenjangan antara teori dan kasus nyata pada klien Tn. “R” dengan gangguan system perkemihan Urolithiasis sesuai dengan proses keperawatan yaitu :
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah 1 dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien, keluarga, orang terdekat dengan klien, profesi kesehatan lain, maupun dari sumber dokumentasi medic yang berhubungan dengan masalah keperawatan yang dialami oleh klien sehingga akan diketahui berbagai masalah yang ada.
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn. “R” maka data yang ditemukan adalah sakit pada perut bawah, gelisah, cemas, klien Nampak kotor, Nampak pemasangan infuse
Sedangkan gejala klinik yang dikemukakan dalam teori yaitu : anorexia, hematuria, muntah, nyeri pinggang, perut kembung,diare.
Data yang ditemukan dalam teori tetapi tidak ditemukan dalam kasus yaitu :
1. Hematuria, hal ini tidak muncul karena pada pasien tidak ditemukan adanya darah pada saat klien BAK
2. Muntah, hal ini tidak ditemukan karena pada saat klien di kaji nampak klien tidak muntah
3. Perut kembung, hal ini tidak ditemukan karena tidak ditemukan pembesaran pada abdomen
4. Nyeri pinggang, hal ini tidak dirasakan karena masalah teratasi sejak/setelah pengangkatan batu ginjal
5. Diare, hal ini tidak ditemukan pada klien karena tidak terjadi gangguan pada pola eliminasi BAB
Data yang ditemukan dalam kasus tetapi tidak ditemukan dalam teori adalah :
1. Nyeri pada perut, hal ini disebabkan adanya batu uretra dimana terjadi penekanan pada daerah uretra bagian dalam yang dapat merangsang pengeluaran histamine,bradikinin,serotin yang kemudian di hantarkan ke hypothalamus sehingga dapat menimbulkan nyeri
2. Cemas, disebabkan karena klien kurang mengetahui tentang penyakitnya dan khawatir dengan kondisinya
3. Personal hygiene kurang disebabkan karena adanya stimulus nyeri setiap bergerak serta klien kurang paham pentingnya kebersihan diri untuk kesembuhan penyakit
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang di temukan dalam teori :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan meningkatnya kontraksi ureter, trauma jaringan, terbentuknya edema.
2. Gangguan pola eliminasi BAK berhubungan dengan iritasi ginjal/ureter, obstruksi mekanik, implamasi, stimulasi kandung kencing oleh batu.
3. Resiko mengalami deficit cairan berhubungan dengan nausea, muntah.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang salah.
Sedangkan diagnosa keperawatan yang ditemukan dalam kasus adalah sebagai berikut :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka pada uretra
2. Resiko gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka pada ureter.
4. Gangguan pola BAK berhubungan dengan inflamasi daerah perkemihan.
5. Gangguan personal hygiene berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
6. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakitnya.
Kesenjangan yang terjadi antara teori dengan kasus yaitu ada diagnosa yang ditemukan dalam teori, tetapi tidak ditemukan dalam kasus sebaliknya ada diagnosa yang muncul dalam kasus tetapi tidak ditemukan dalam teori.
Diagnosa yang muncul pada kasus nyata dan tidak ada pada teori adalah :
1. Resiko infeksi sekunder berhubungan dengan iritasi pada ureter
Hal ini muncul akibat adanya gesekan batu pada lapisan mukosa ureter sehingga resiko terjadinya infeksi pada saluran kemih bagian bawah..
Adapun diagnosa yang muncul pada teori, semuanya terdapat pada kasus nyata.




C. Pelaksanaan
Tindakan keperawatan adalah aplikasi dari rencana keperawatan yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan tindakan disesuaikan dengan ketentuan yang ada tanpa mengabaikan kondisi klien, serta diprioritaskan untuk mengatasi masalah yang mengancam jiwa klien. selain itu juga disesuaikan sarana dan prasarana yang tersedia serta situasi dalam kondisi yang memungkinkan pelaksanaan rencana tindakan yang ditentukan.
Semua rencana tindakan yang telah ditentukan pada kasus nyata semuanya ada pada tinjauan teori begitupula sebaliknya semua rencana tindakan yang ada pada tinjauan teori hamper tidak ada perbedaan yang signifikan dengan kasus nyata dan dapat diaplikasikan berkat bantuan dalam partisipasi yang baik dari perawat ruangan maupun klien dan keluarganya sebagai penerima asuhan keperawatan.
D. Evaluasi
Evaluasi keperawatan memiliki peranan dalam memonitoring dan menilai kemajuan asuhan keperawatan yang telah diberikan dengan memperhatikan tujuan yang telah di tetapkan sebelumnya.
Evaluasi masalah keperawatan melalui evaluasi proses dengan melihat perkembangan kondisi/respon klien dari tanggal 3-5 Agustus 2009. Dari 6 diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus Semua sudah teratasi.
Pada kenyataannya, evaluasi keperawatan pada Tn. “R” menunjukkan bahwa masalah keperawatan semua teratasi, hal ini disebabkan oleh adanya sikap kooperati dari keluarga dank lien itu sendiri serta kerjasama tim yang baik antara perawat ruangan dan penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara keseluruhan.















BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis penulis melakukan pendekatan proses keperawatan pada klien Tn.”R” dengan masalah gangguan sistem perkemihan Urolithiasis di ruang interna RSUD Kabupaten Pangkep selama 3 hari mulai tanggal 3 – 5 gustus 2009
1. Pengkajian data dilakukan secara sistematis yaitu biopsikososial dan spiritual, hal ini akan memudahkan perawat untuk mengenal masalah keperawatan yang di hadapi oleh Tn. “R”.
2. Penyusunan diagnosa keperawatan ditetapkan menurut pengkajian data yang telah dilakukan sehingga akan memudahkan perawat untuk mengenal masalah keperawatan yang di hadapi oleh klien.
3. Penyusunan rencana keperawatan pada kasus nyata disesuaikan dengan teori dan kondisi klien serta fasilitas yang ada di Rumah Sakit.
4. Pelaksanaan asuhan keperawatan di sesuaikan dengan perencanaan yang di tetapkan, perencanaan asuhan keperawatan dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi klien.
5. Setelah dilakukan evaluasi asuhan keperawatan kepada klien maka di dapatkan 6 diagnosa keperawatan teratasi secara keseluruhan.
6. Pendokumentasian asuhan keperawatan memang memiliki makna yang penting sebagai alat kontrol tindakan yang akan menunjang tanggung jawab dan tanggung gugat perawat.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis dapat memberikan saran-saran yang kiranya bermanfaat bagi peningkatan mutu pelayanan kesehatan yaitu, sebagai berikut :
1. Tekhnik-tekhnik wawancara, observasi, pengkajian isi dan dokumentasi agar data yang terkumpul akurat dan komprehensif.
2. Perawat dalam menetapkan diagnosa keperawatan diharapkan agar perawat memperhatikan respon klien melalui pengkajian biopsikososial, spiritual, dan kultural yang komprehensif.
3. Perawat dalam penyusunan rencana keperawatan sebaiknya dilakukan secara teoritis dengan memperhatikan dan menyesuaikan kondisi klien terhadap masalah kesehatan yang terganggu serta memudahkan rencana tindakan.
4. Perawat dan tenaga kesehatan lainnya agar saling membina kerja sama yang baik dalam mengatasi masalah keperawatan klien.
5. Perawat ruangan dan anggota kesehatan lainnya agar melanjutkan rencana keperawatan yang belum teratasi dengan memodifikasi sesuai dengan kondisi klien.














DAFTAR PUSTAKA

Beare P Gauntlet and Myers.Judith L. (1990), principles and practice of adult Health Nursing, St. Louis : The C.V mosby Company

Brunner and Suddart, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah, Edisi 8 volume 1 & 2 Balai Penerbit EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan,Ed.3, EGC, Jakarta

Ismail, 2008, Buku Gangguan Sistem Perkemihan, Edisi III
Merlyn E. Doenges dkk (2002) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. EGC. Jakarta

Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi. Jakarta: EGC
Purnomo, BB (2000), Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, Jakarta
Ramaiah Savitri, 2000, Batu Ginjal, Jakarta, Bhuana Ilmu Populer
Sjamsuhidrajat R, 1 W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran – EGC. 2004. 756-763

Smeltzer dan Bare, 2005 Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, edisi 8, Jakarta, EGC

Yayan, 2008, http://www.medicastore.com.Nefrolitiasis diperoleh tgl 13 Agustus 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar