HTML

materi kuliah

Selasa, 27 Juli 2010

TUBERCULOSIS/TBC

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah Republik Indonesia. Gambaran keadaan masyarakat Indonesia dimasa depan atau Visi yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai indonesia sehat 2010. (Depkes, 1999)
Untuk dapat mewujudkan visi Indonesia Sehat 2010, ditetapkan empat misi pembangunan kesehatan meliputi menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya. (Depkes, 1999)
Penyelenggaraan upaya kesehatan dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, melalui upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan serta upaya khusus melalui pelayanan kemanusiaan dan darurat atau krisis. Selanjutnya, pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan perlu terus menerus diupayakan. Status kesehatan masyarakat diusahakan ditingkatkan melalui pencegahan dan pengurangan morbiditas, mortalitas dan kecatatan dalam masyarakat melalui upaya peningkatan (promosi) hidup sehat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta pengobatan penyakit dan rehabilitasi. Prioritas utama diberikan kepada penanggulangan penyakit menular dan wabah yang cenderung meningkat.
Penyakit Tuberculosis Paru (TB-Paru) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992 menunjukkan bahwa Tuberculosis Paru merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler pada semua golongan usia dan nomor 1 dari golongan penyakit infeksi. Diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif. (Hadju. V, 2003, hal : 18)
Penanggulangan tuberkulosis d Indonesia masih jauh dari harapan, jika kita lihat hasil evaluasi dari tahun 1995 – 1998 cakupan, penderita tuberkulosis dengan strategi DOTS baru mencapai sekitar 10 % dan error rate pemeriksaan laboratorium belum dihitung dengan baik meskipun cure rate lebih besar dari 85 %. Disamping itu penatalaksanaan penderita dengan sistem pencatatan pelaporan belum seragam di semua unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta. (Hadju. V, 2003, hal : 19)
Berdasarkan data dari Medical Record Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pangkep tahun 2006 (Januari – Desember) terdapat 143 penderita TB paru yang dirawat yang terdiri dari laki-laki 83 orang (58 %) dan perempuan sebanyak 60 orang (42 %). Dari jumlah tersebut, 138 orang (96,50%) keluar rawat jalan dan 5 orang (3,50%) meninggal. Sedangkan untuk tahun 2007 (Januari – Juli) jumlah penderita sebanyak 78 orang yang terdiri dari laki-laki 55 orang (70,50%) dan perempuan sebanyak 23 orang (29,50%). Dari jumlah tersebut, 73 orang (93,60%) keluar rawat jalan dan 5 orang (6,4 %) meninggal. Tahun 2008 sebanyak 208 orang dan periode Januari sampai Juni 2009 sebanyak 72 orang.
Berdasarkan data tersebut di atas, maka penulis menyusun karya tulis dengan judul “Asuhan Keperawatan pada klien Tn. C dengan tuberculosis paru di Ruang Perawatan Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pangkep”.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum :
Untuk memperoleh gambaran tentang penatalaksanaan asuhan keperawatan klien dengan penyakit tuberkulosis paru secara nyata dengan pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan khusus :
1. Memperoleh pengalaman nyata tentang pelaksanaan pengkajian dan analisa data pada klien dengan gangguan sistem pernapasan khususnya tuberkulosis paru aktif.
2. Untuk memperoleh pengalaman nyata tentang masalah-masalah yang mungkin timbul dalam perawatan tuberkulosis paru.
3. Memperoleh pengalaman nyata tentang cara memprioritaskan masalah klien, merumuskan tujuan serta merencanakan tindakan.
4. Untuk memperoleh pengalaman nyata tentang pelaksanaan tindakan keperawatan kepada klien tuberkulosis paru.

C. Manfaat Penulisan :
1. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program D III Keperawatan Akademi keperawatan yapenas 21 Maros
2. Sebagai bahan masukan bagi tenaga keperawatan khususnya pada bagian yang terkait.
3. Sebagai bahan bacaan di perpustakaan bagi mahasiswa dan tenaga-tenaga kesehatan lainnya tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan tuberculosis paru.
D. Metode dan Teknik Penulisan
Pada penyusunan karya tulis ini, penulis menggunakan beberapa pendekatan untuk mengumpulkan data mengenai pembahasan asuhan keperawatan klien tuberkulosis paru yaitu :
1. Studi kepustakaan
Melalui studi penulis mendapatkan bahan-bahan masukan berupa buku-buku dan diktat-diktat lain yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.
2. Studi kasus
Dalam mengumpulkan data, penulis mengamati secara langsung di Ruang Perawatan Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pangkep dengan menggunakan beberapa tehnik sebagai berikut :
1. Interview
Yaitu mengadakan wawancara pada pihak-pihak yang timbul dan dilibatkan seperti : klien, keluarga, dan tim kesehatan lainnya untuk memperoleh data yang diperlukan.
2. Observasi
Selain menggunakan wawancara penulis juga memakai cara pengamatan agar penulis dapat mengetahui dan melihat langsung segala kegiatan yang dilaksanakan keperawatan di ruangan serta mengetahui keadaan klien selama perawatan.

3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik secara umum yaitu :
Pengkajian secara menyeluruh tentang semua sistem tubuh yang meliputi pemeriksaan secara : inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
3. Mengadakan diskusi dengan dosen pembimbing dan CI di ruangan.
4. Studi dokumentasi dan mempelajari status/dokumen yang ada hubungannya dengan judul.

E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan serta memperoleh gambaran dari karya tulis ini, maka penulisa dalam 5 bab, dan susunannya sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah.
B. Tujuan penulisan
C. Manfaat penulisan
D. Metode dan teknik penulisan
E. Sistematika penulisan
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Medis yang berisikan :
1. Pengertian
2. Anatomi dan fisiologi
3. Etiologi/penyebab
4. Patologi/penularan
5. Epidemiologi
6. Gambaran klinik/gejala
7. Penatalaksanaan
B. Konsep Asuhan Keperawatan.
Membahas asuhan keperawatan secara teoritis yang meliputi :
1. Pengkajian
2. Perencanaan
3. Pelaksanaan
4. Evaluasi
BAB III : Tinjauan Kasus
Menguraikan tentang pengkajian data klien tuberkulosis paru yang meliputi : analisa data, penentuan diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, evaluasi.
BAB IV : Pembahasan
Pembahasan pada bab ini akan diuraikan tentang kesenjangan antara teori dan asuhan keperawatan (praktek) pada klien tuberkulosis paru dengan kenyataan di lapangan.
BAB V : Penutup
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan pembahasan dan saran sesuai dengan kesimpulan yang telah dikemukakan.




















BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medik
1. Pengertian :
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh Mycrobacterium Tuberculosis. (Mansyur A, 2001, hal : 472)
Sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 /um dan tebal 0,3 – 0,6 /um. Spesies lain, kuman ini dapat memberikan infeksi pada manusia adalah :
a. Mikobacterium Bovis.
b. Mikobacterium Kansasii.
c. Mikobacterium Intra Celulerax.
d. Mikrobakterium tuberkulosa
(Suyono S, dkk, 2001, hal : 280)






2. Anatomi dan fisiologi
Anatomi dan fisiologi saluran pernafasan

















Gambar 1 : Anatomi Saluran Pernafasan
Sumber : (Sylvia A. Price, 1995, hal : 646)

Jalan napas yang menghantarkan udara ke paru-paru adalah :
1) Hidung
2) Pharynx
3) Larynx
4) Trachea
5) Bronchus dan bronchiolus.
Saluran pernafasan dari hidung sampai ke bronchiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia, ketika udara masuk melalui rongga hidung, maka dari itu ; disaring, dihangatkan, dilembabkan.
Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblek dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke superior dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju ke faring. Dari sinilah lapisan mukus akan tertelan atau di batukkan keluar.
Air untuk kelembaban diberikan untuk lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplay ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah.
Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedimikian rupa sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh, dan kelembabannya mencapai 100 %.
Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Larynx merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan untuk otot dan mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga yang bermuara ke dalam trachea dan dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.
Meskipun laring merupakan dianggap berhubungan fungsi, tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, penutupan glotis dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dan epiglotis yang berbentuk daun, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus. Namun jika benda asing masih mampu masuk melalui glotis, maka larynx yang mempunyai fungsi batuk akan membantu menghalau benda asing dan sekret keluar dari saluran pernapasan bagian bawah.
Trachea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentu seperti sepatu kuda yang panjangnya  5 inchi. Struktur trachea dan bronchus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon tracheal bronchial.
Tempat percabangan trachea menjadi cabang utama bronchus kiri dan cabang utama bronchus kanan dinamakan Karina.
Karena banyak mengandung saraf dan dapat menimbulkan broncho spasme hebat dan batuk, kalau saraf-saraf terangsang.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek lebih besar dan merupakan lanjutan trachea, yang arahnya hampir vertikal.
Baliknya bronchus kiri lebih panjang, lebih sempit dan merupakan lanjutan trachea yang dengan sudut yang lebih paten, yang mudah masuk ke cabang utama bronchus kanan kalau udara tidak tertahan pada mulut atau hidung. Kalau udara salah jalan, maka tidak masuk ke dalam paru-paru kiri, sehingga paru-paru akan kolaps.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segumen bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai pada cabang terkecil yang dinamakan bronchioulus terminalis yang merupakan cabang saluran udara terkecil yang mengandung alveolus.
Semua saluran udara di bawah tingkat bronchiolus terminalis disbut saluran penghantar udara ke tempat pertukaran gas-gas di luar bronchiolus terminalis. Terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru tempat pertukaran gas.
Asinus terdiri dari bronchiulus respiratorius yang kadang-kadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli yang berhasil dari dinding mereka, puletus alviolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan saccus alveolus hanya mempunyai satu lapisan sel saja yang tebal garis tengahnya lebih kecil dibandingkan dengan tebal garis tengah sel darah merah.
Dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan seluas lapangan tenis.
Tetapi alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfakton, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan inspirasi, mencegah kolaps pada alveolus pada waktu ekspirasi.
Paru-paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut yang terletak di dalam rongga thoraks. Setiap paru-paru mempunyai apex dan basic. Pembuluh darah paru-paru dan bronchial, syaraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru
Pleura ada 2 macam : pleura parietal yang melapisi rongga dada/thoraks sedangkan dan Pleura viceral yang menutupi setiap paru. Diantara pleura parietal dan pleura viceral, terdapat cairan pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi, dan mencegah pemisahan thoraks dan paru-paru.

Paru-paru mempunyai 2 sumber suplay darah yaitu :
1.) Arteri bronkhialis.
2.) Arteri pulmonalis.
Sirkulasi bronchialis menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru. Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengeluarkan darah vena campuran ke paru-paru di mana darah itu mengambil bagian dalam pertukaran gas.
3. Etiologi/Penyebab
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis merupakan sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 /um dan tebal 0,3 – 0,6 /um. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid).
Lipid ini yang membuat kuman lebih tahan lama terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup pada waktu udara kering maupun keadaan dingin. Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intra celuler yakni dalam sitoplasma makrofag. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Seperti ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya.
(Suyono S, 2001, hal : 820)
4. Patofisiologi/Penularan
a. Tuberkulosis primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 – 2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik dan kelembaban.
Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi terhisap oleh orang sehat.
Ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru, kebanyakan partikel ini akan mati dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang trachea bronchial beserta gerakan silia dengan sekretnya.
Kuman dapat juga masuk melalui luka pada kulit atau mukosa, tapi hal ini jarang terjadi.
Bila kuman menetap di jaringan paru-paru, ia akan bertumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia akan terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan membentuk sarang tuberkulosis pneumoni kecil dan disebut sarang primer atau afek primer.
Sarang primer ini dapat terjadi di bagian mana saja, dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfodimitus regional). Seorang primer + limfangitis lokal + limfaderitis regional : komplek primer.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat;
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi di hilus atau kompleks (sarang) ghon.
3) Berkomplikasi dan menyebar secara :
a) Perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
b) Secara bronkogen pada paru-paru yang bersangkutan maupun paru-paru dan ludah sehingga menyebar ke usus.
c) Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya.
d) Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.
Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan tuberkulosis.
b. Tuberkulosis post primer
Kurman yang dorman pada tuberkulosis primer, akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa. Tuberkulosis post primer ini dimulai dengan saran dini yang berlokasi di regio atas paru-paru (bagian apikal) posterior lobus superior atau anterior) invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hilus paru.
Sarang dini mula-mula juga berbentuk sarang pneumoni kecil. Dalam 3 – 10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia-langerhans (sel besar dan banyak inti) yang di kelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.
Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan immunitas penderita, seorang diri dapat menjadi :
1) Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2) Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan sebukan jaringan fibrosis.
Ada yang membungkus diri menjadi lebih keras, menimbulkan perkapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.
3) Sarang dini yang meluas di mana granuloma berkembang menghancurkan jaringan sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, dan menjadi lembek membentuk jaringan keju.
Bila jaringan keju akan dibatukkan akan terjadi kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infitrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar sehingga menjadi kavitas sklerotik.
(Suyono S, 2001, hal : 821)
5. Gambaran klinik
Keluhan yang dirasakan klien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau tanpa keluhan sama sekali.

a. Keluhan yang terbanyak adalah :
1) Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tapi kadang-kadang panas badan dapat dicapai 40 – 41 0C. Serangan demam dapat sembuh kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini. Sehingga klien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza, keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan tubuh klien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
2) Batuk
Batuk yang terjadi karena adanya iritasi pada bronchus. Batu ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk ringan (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah batuk darah (hemoptoe), karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi kavitas, tapi juga dapat terjadi pada ulkus dinding bronchus.
3) Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltratnya sudah setengah bagian paru-paru.
4) Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura menimbulkan pleuritis.
5) Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat meradang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa :
a) Anoreksia.
b) Tidak ada nafsu makan.
c) Berat badan menurun.
d) Sakit kepala.
e) Nyeri otot.
f) Keringat malam.
Gejala malaise ini makin lama makin berat, dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik klien sering tidak menunjukkan suatu kelainan terutama pada kasus yang terdiri atau yang sudah terinfiltrasi secara asimptomatik. Tempat kelainan yang paling dicurigai adalah bagian apex (puncak paru-paru).
Bila dicurigai ada infiltrat yang agak luas, didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas yang bronchial akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronchi basah, kasar, dan nyaring.
Tapi bila infiltrat ini diliputi penebalan pleura suara nafasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi .
Memberikan suara hipersonor atau tympani dan auskultasi memberikan suara amforik.
Pada tuberkulosis lanjut dengan fibrosis yang luas, sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi mencuit dan menarik isi mediastium atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan darah aliran darah paru menyebabkan meningkatnya tekanan arteri pulmunalis (hipertensi pulmonal) sehingga terjadi cor pulmonal menyebabkan gagal jantung.
1) Takipnea.
2) Takikardia.
3) Sianosis.
4) Tekan vena jugularis yang meningkat.
5) Hepatomegali.
6) Asites dan
7) Edema.
Bila tuberulosis mengenai pleura sering terbentuk efusi pleuran paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi menimbulkan suara pekak, auskultasi memberikan suara nafas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
c. Pemeriksaan radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal ia memberikan keuntungan seperti :
1) Tuberkulosis pada anak-anak.
2) Tuberkulosis meller.
Pada kedua hal di atas, diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologi dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.
Pada awal penyakit dimana lesi masih merupakan sarang-sarang pneumoni gambaran radiologi adalah : berupa bercak-bercak seperti awan menjadi lebih padat dan batasnya menjadi lebih jelas, bila lesi sudah diliputi jaringan ikat dan terlihat bayangan berupa balutan dengan batasan yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.
Gambaran lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah: penebalan pleura (pleuritis). Massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema) bayangan hitam radiolusen yang di pinggir paru/pleura (pneumotorax).
Pemeriksaan kasus yang kadang juga diperlukan adalah : bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan bronchus atau paru yang disebabkan oleh tuberkulosis.
Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila penderita akan menjalani pembedahan paru.
d. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan. Pada saat tuberkulosis paru mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan deferensiasi pergeseran ke kiri. Laju endap darah mulai meningkat, bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit tetap tinggi. LED mulai turun ke arah normal lagi.
2) Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosa tuberkulosis sudah dipastikan di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat menimbulkan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
3) Tes tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosa tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita).
Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat, pada penularan dengan kuman patogen baik yang pirulen atau tidak.
Tubuh manusia mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya anti body seluler pada permulaan dan kemudian akan diikuti oleh pembentukan anty body humoral yang dapat perannya akan menekan anty body seluler.
Bila pembentukan anti body seluler kurang cukup misalnya pada penularan dengan kuman yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar pada keadaan dimana pembentukan anti body humoral akan berkurang (pada hipo gamma globulinemia), maka akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan.
(Suyono S, 2001, hal : 824-828)
6. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan tuberculosis paru adalah harus kombinasi, tidak boleh terputus-putus dan jangka waktu yang lama. Di samping itu maka perkembangan ekonomi tersebut dikenal 2 (dua) macam alternatif pengobatan.
a. Paduan obat jangka panjang dengan lama pengobatan 18 – 24 bulan, obat relatif murah.
1) Pengobatan intensif : setiap hari 1 – 3 bulan INH +, Rifampicin + Streptomicyn dan diteruskan dengan.
2) Pengobatan intermitten dua kali seminggu sampai satu tahun : INH + Rifampicin atau Ethambutol.
b. Paduan obat jangka pendek dengan lama pengobatan 6 – 9 bulan obat relatif murah.
1) Pengobtan intensif : tiap hari selama 1 – 2 bulan INH + Rifampicin + Streptomicyn atau Pirazinamid, dan diteruskan dengan
2) Pengobatan intermitten 2 – 3 kali seminggu selama 4 – 7 bulan : INH + Rifampicin atau Ethambutol atau Streptomycin.
Nama obat Dosis Harian Dosis Berkala
2 – 3 x / minggu
BB < 50 kg BB > 60 kg

- Isoriazida
- Rifampicin
- Pirazinamid
- Streptomicin
- Ethambutol
- Ethionamit
- PAS 400 mg
450 mg
1500 m
75 mg
1000 mg
500 mg
9 g 400 mg
600 mg
2000 mg
1000 mg
1000 mg
750 mg
10 g 600 – 900 mg
600 mg
2000 mg
1000 mg
2 2,5 g
-
-
(Hadju V, 2003, hal : 54 – 57)

B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian menurut (Doenges, 2000, hal : 240 – 242)
a. Aktivitas/istirahat
Gejala :
1) Keluhan umum dan kelemahan.
2) Nafas pendek pada malam atau demam malam.
3) Kesulitan tidur pada malam hari atau demam malam hari, menggigil/berkeringat.
4) Mimpi buruk.
Tanda :
1) Takikardia, takipnea/dispnea pada kerja.
2) Kelemahan otot, nyeri, dan sesak (tahap lanjut).
b. Integritas ego
Gejala :
1) Adanya/faktor stress lama.
2) Masalah keuangan, rumah.
3) Perasaan tak berdaya/tidak ada harapan.
Tanda :
1) Menyangkal (khususnya selama tahap dini).
2) Ansietas, ketakutan, mudah terangsang.
c. Makanan/cairan
Gejala :
1) Kehilangan nafsu makan.
2) Tidak dapat mencerna.
3) Penurunan berat badan.
Tanda :
1) Turgor kulit buruk, keringat/kulit bersisik.
2) Kehilangan otot/hilang lemak subkutan.
d. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk yang berulang.
Tanda :
1) Berhati-hati pada area yang sakit.
2) Prilaku distraksi, gelisah.
e. Pernapasan
Gejala :
1) Batuk, produktif atau tidak produktif.
2) Nafas pendek.
3) Riwayat tuberkulosis/terpajan pada individu terinfeksi.
Tanda :
1) Peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit).
2) Luas atau fibrosis parenkim paru dan pleura.
3) Perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleura atau penebalan pleura).
4) Bunyi nafas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral (efusi pleura/paru motorik).
5) Bunyi nafas tubuler dan/atau bisikan pektoral di atas lesi luas.
6) Krekels tercatat di atas apex paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels posttusisic).
7) Karakteristik sputum : hijau/purulen, mukoid kuning, atau bercak darah.
8) Deviasi trachea (penyebaran berkogenik).
9) Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental (tahap lanjut).
f. Keamanan
Gejala :
1) Adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
2) Tes HIV positif.
Tanda : Demam rendah atau sakit panas diet.
g. Interaksi sosial
Gejala :
1) Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular.
2) Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :
1) Riwayat keluarga TB.
2) Ketidakmampuan / status kesehatan buruk.
3) Gejala untuk membaik/kambuhnya TB.
4) Tidak berpartisipasi dalam terapi.
Rencana pemulangan :
Memerlukan bantuan dengan gangguan dalam terapi obat dan perawatan diri dan pemeliharaan/perawatan diri dan pemeliharaan/ perawatan rumah.
i. Pemeriksaan diagnostik
1) Kultur sputum : positif untuk mikobakterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit.
2) Ziehl- neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) : positif untuk basil asam – cepat.
3) Tes kulit (PPD Mantoux, potongan volmer).
4) Reaksi positif (asea indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48 – 72 gram, setelah ini injeksi intradunal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya anti body terapi tidak secara menunjukkan penyakit aktif).
5) Reaksi bermakna pada pasien yang secara nyata klinik, sakit, berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
6) Foto thorax : dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi caira.
7) Histologi/kultur jaringan paru (termasuk pembersihan)
8) Elektrolit : dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi.
9) GDA : dapat normal tergantung lokasi, berat, dan kerusakan sisa pada paru.
10) Pemeriksaan fungsi paru : penurunan kapasitas vital. Peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu atau kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).
2. Diagnosa Keperawatan (Doenges, 2000, hal : 242 – 249)
a. Infeksi, resiko tinggi (penyebaran/aktivasi ulang)
Faktor resiko meliputi :
1) Pertahanan primer tidak adekuat, penurunan kerja silia/statis sekret.
2) Kerusakan jaringan/tambahan infeksi.
3) Penurunan pertahanan/penekanan proses inflamasi.
4) Malnutrisi.
5) Terpajan lingkungan.
6) Kurang pengetahuan untuk menghindari penajaman patogen.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Tidak dapat diterapkan ; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual.
b. Bersihkan jalan nafas, tak efekfif.
Dapat dihubungkan dengan :
1) Sekret kental, atau sekret darah.
2) Kelemahan, upaya batuk buruk.
3) Edema trakeal/faringeal.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Frekuensi pernafasan, irama, kedalaman tak normal.
2) Bunyi nafas tak normal (ronkhi, Mengi), stridor.
3) Dispnea.
c. Pertukaran gas, kerusakan, resiko tinggi terhadap faktor resiko meliputi :
Faktor resiko meliputi :
1) Penurunan permukaan efektif paru, atelektasis.
2) Kerusakan membran alveolus – kapiler.
3) Sekresi kental, tebal.
4) Edema bronkial.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Tidak dapat diterapkan ; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual.
d. Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh.
Dapat dihubungkan dengan :
1) Kelemahan.
2) Sering batuk/produksi sputum, dispnea.
3) Anorexia
4) Ketidakcukupan sumber keuangan.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Berat badan di bawah 10 % - 20 % idal untuk bentuk tubuh dan berat.
2) Melaporkan kurang tertarik pada makanan, gangguan sensasi pengecap.
3) Tonus otot buruk.
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan.
Dapat dihubungkan dengan :
1) Kurang terpajan/salah interpretasi informasi.
2) Keterbatasan kognitif.
3) Tak akurat/tak lengkap informasi yang ada.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Permintaan informasi.
2) Menunjukkan kesalahan konsep tentang status kesehatan.
3) Kurang atau tak akurat mengikuti instruksi/prilaku.
4) Mewujudkan atau memperlihatkan perasaan terancam.
3. Perencanaan (Doenges, 2000, 242-249)
a. Infeksi, resiko tinggi (penyebaran/aktif ulang).
Mandiri :
1) Kaji patologi penyakit (aktif/fase tak aktif) ; diseminasi infeksi melalui bronchus untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darah/sistem limpatik) dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa, menyanyi.
Rasional : Membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang/ komplikasi disebarkan, pemahaman bagaimana penyakit disebarkan dan kesadaran kemungkinan membantu pasien/orang terdekat untuk mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain.
2) Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh : anggota rumah, sahabat karib/teman.
Rasional : Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran/terjadinya infeksi.
3) Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tissu dan menghindari meludah. Kaji pembuangan tissu sekali pakai dan tehnik mencuci tangan yang tepat dorong untuk mengulangi demonstrasi.
Rasional : Prilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.
4) Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan.
Rasional : Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular.
5) Awasi suhu sesuai indikasi.
Rasional : Reaksi deman indikator adanya infeksi lanjut.
6) Identifikasi adanya fraktur resiko individu terhadap pengaktivan berulang tuberkulosis, contoh : tahanan awan (alkoholisme, malnutrisi) gunakan obat penekanan urmur/kortikosteroid.
Rasional : Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola hidup dan menghindari/menurunkan insiden.
7) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Rasional : Periode singkat berakhir 2 – 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya penyakit luas, resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
8) Kaji pentingnya mengikuti kultur ulang secara periodik terhadap sputum untuk lamanya terapi.
Rasional : Alat dalam pengawasan efek dan keefektifan obat dan respon pasien terhadap terapi.
b. Diagnosa keperawatan 2 : Bersihan jalan nafas tidak efektif :
Tindakan/intervensi :
Mandiri
1) Kaji fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan irama dan penggunaan aksesoris.
Rasional : Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis. Ronchi mengi menunjukkan akumulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas dan peningkatan kerja pernafasan.
2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif.
Catat karakter jumlah sputum, adanya hemoptoe.
Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal. Sputum berdarah kental atau berdarah cerah diakibatkan oleh kerusakan kavitas paru atau luka bronchial dan dapat memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
3) Berikan pasien posisi semi fowler tinggi, bantu pasien untuk batuk dan latihan nafas dalam
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal membuka area atelektasi dan meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
4) Bersihkan sekret dari mulut dan trakhea ; penghisapan sesuai dengan keperluan
Rasional : Mencegah obstruksi/aspirasi. Penghisapan dapat diperlukan bila pasien tanpa mengeluarkan sekret.
5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontra indikasi.
Rasional : Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, membuatnya mudah keluar.
Kolaborasi :
1) Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Rasional : Mencegah penyaringan membran mukosa, membantu pengenceran sekret.
2) Beri obat-obat sesuai dengan indikasi seperti mukolitik, contoh asetilis sistem (mucomysys)
Rasional : Agar mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengkatan sekret paru untuk memudahkan pembersihan.
Kortikosteroid (prednison).
Rasional : Berguna pada adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila respons inflamasi mengancam hidup.
c. Diagnosa keperawatan 3 ; pertukaran gas, kerusakan, resiko tinggi terhadap :
Tindakan/intervensi :
Mandiri :
1) Kaji dispnea, takipnea, tak normal/menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada, dan kelemahan.
Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru dan bagian kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas, nekrosis, effusi pleura, dan fibrosa luas, efek pernafasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai distres pernafasan.
2) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catata sianosis dan/atau perubahan pada warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.
Rasional : Akumulasi sekret/pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan.
3) Tunjukkan/dorong bernafas bibir, selama ekshalasi khususnya untuk pasien dengan fibrosa atau kerusakan parenkim paru.
Rasional : Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps/penyempitan jalan nafas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan/ menurunkan nafas pendek.
4) Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai dengan keperluan.
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.
Kolaborasi
1) Awasi seri GDA/nadi oksimetri.
Rasional : Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan/atau saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukkan kebutuhan untuk intervensi/ perubahan program terapi.
2) Berikan oksigen tambahan yang sesuai.
Rasional : Alat dalam memperbaiki hipoxemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi/menurunnya permukaan alveolus paru.
d. Diagnosa keperawatan 4 ; Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh.
Tindakan/intervensi :
Mandiri :
1) Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat kekurangan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan/ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat mual/muntah atau diare.
Rasional : Berguna dalam mengidentifikasi derajat/luasnya masalah daln pilih intervensi yang tepat.
2) Pastikan pola diet/pengeluaran dan berat badan secara periodik.
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/kekuatan khusus, pertimbangkan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.
3) Awasi pemasukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik
Rasional : Berguna dalam mengukur keefektivan nutrisi dan dukungan cairan.
4) Selidiki anoreksia, mual, muntah, dan catat kemungkinan hubungan dengan obat, awasi frekuensi, volume, konsistensi faeces.
Rasional : Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan.
5) Dorong dan berikan periode istirahat baring.
Rasional : Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat saat demam.
6) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
Rasional : Menurunkan rasa tak enak karena sisa sputum atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
7) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tingi protein dan karbohidrat.
Rasional : Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/kebutuhan energi dari makan makanan yang banyak menurunkan iritasi gaster.
8) Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan untuk membagi dengan pasien kecuali kontra indikasi.
Rasional : Membuat lingkungan sosial lebih normal selama makan dan membantu memenuhi kebutuhan personal dan kultural.
Kolaborasi :
1) Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
Rasional : Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.
2) Konsul dengan terapi pernapasan untuk jadwal pengobatan 1 – 2 jam sebelum/setelah makan.
Rasional : Dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah sehubungan dengan obat atau efek pengobatan pernafasan pada perut yang penuh.

3) Awasi pemeriksaan laboratorium, cairal BUN, protein serum, dan albumin.
Rasional : Nilai rendah menunjukkan mal nutrisi dan menunjukkan kebutuhan intervensi/perubahan program terapi.
4) Berikan antipiretik tepat.
Rasional : Dengan meningkatkan kebutuhan metabolik dan juga mengkonsumsi kalori.
e. Diagnosa keperawatan ; kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan.
Tindakan/intervensi :
Mandiri :
1) Kaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah kelemahan, tingkat partisipasi, lingkungan terbaik di mana pasien dapat belajar, seberapa banyak isi, media terbaik, dan siapa yang terlibat.
Rasional : Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahap individu.
2) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat, contoh nemopthiasis: nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional : Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
3) Terangkan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diet karbohidat dan pemasukan cairan adekuat.
Rasional : Memenuhi kebutuhan metabolik membantu meminimalkan kelemahan dan meningkatkan penyembuhan. Cairan dapat mengencerkan/mengeluarkan sekret.
4) Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk rujukan contoh : jadwal obat.
Rasional : Informasi tertulis menurunkan hambatan pasien untuk mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan menguatkan belajar.
5) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan yang lama, kaji potensial interaksi, dengan obat/subtansi lain.
Rasional : Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien.
6) Kaji potensial efek samping pengobatan (contoh mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, hipertensi ortostastik) dan pemecahan masalah.
Rasional : Mencegah/menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program.
7) Tekankan kebutuhan untuk tidak minum alkohol sementara minum INH.
Rasional : Kombinasi INH dan alkohol telah menunjukkan peningkatan insiden hepatitis.
8) Rujuk untuk pemeriksaan mata setelah memulai dan kemudian tiap bulan selama minum ethambutol.
Rasional : Efek samping utama menurunkan penglihatan, tanda awal menurunnya kemampuan untuk melihat warna hijau.
9) Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan takut/masalah. Jawab pertanyaan secara nyata catat lamanya penggunaan penyangkalan.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi/peningkatan ansietas, ketidakadekuatan keuangan/ penyangkalan lama dapat mempengaruhi koping dengan/manajemen tugas untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan.
4. Pelaksanaan
a. Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan dalam proses keperawatan dan sangat menuntut kemampuan intelektual, keterampilan dan tehnik keperawatan.
b. Pelaksanaan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan yang didasari kebutuhan klien untuk mengurangi atau mencegah masalah serta merupakan pengelolaan atau perwujudan rencana keperawatan pada seorang klien.
c. Ada 2 syarat hasil yang diharapkan dalam pelaksanaan perawatan yaitu :
1) Adanya bukti bahwa klien dalam proses menuju perawatan atau telah tercapai tujuan yang diinginkan.
2) Adanya bukti bahwa tindakan keperawatan dapat diterima klien.
Proses pelaksanaan perawatan yaitu :
1) Merencanakan perawatan, segala informasi yang tercakup dalam rencana keperawatan, merupakan dasar atau pedoman dalam tindakan.
2) Mengidentifikasi reaksi klien, dituntut usaha yang tidak tergesa-gesa dan teliti agar dapat menemukan reaksi klien sebagai akibat tindakan keperawatan
4. Evaluasi
a. Evaluasi adalah penilaian keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien.
b. Pada klien tuberkulosis paru dapat dinilai hasil pelaksanaan perawatan dengan melihat catatan perkembangan, hasil pemeriksaan klien, melihat langsung keadaan dan keluhan klien, yang timbul sebagai masalah berat.
c. Evaluasi harus berdasarkan pada tujuan yang ingin dicapai.
d. Evaluasi dapat dilihat 4 kemungkinan yang menentukan tindakan-tindakan perawatan selanjutnya antara lain :
1) Apakah pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum.
2) Apakah masalah yang ada telah terpecahkan/teratasi atau belum.
3) Apakah masalah sebagian terpecahkan/tidak dapat dipecahkan.
4) Apakah tindakan dilanjutkan atau perlu pengkajian ulang.

BAB. III
TINAJUAN KASUS

Tgl. Masuk : 20-07-2009
Tgl Pengkajian : 03-08-2009
Ruangan : Asoka (Isolasi)
No. Register : 048350
Dx. Medis : KP/TBC

I. BIODATA
a. Identitas Klien
Nama : Ny. “C”
Umur : 100 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Balocci
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
b. Identitas Penanggung
- Jamkesda
II. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan utama : Sesak
Riwayat K.U : Klien masuk RS karena sesak diakibatkan berjalan terlalu jauh dan dialami sejak 1 minggu yang lalu.
Alasan masuk RS : Klien sudah beraktivitas yang melebihi yang biasanya yang menyebabkan klien sesak dan pingsan, kemudian dibawa ke rumah sakit.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
• Klien belum pernah masuk RS sebelumnya
• Klien tidak ada riwayat alergi obat
• Kebiasaan minum kopi setiap hari
c. Riwayat kesehatan sekarang
Genogram







Keterangan :
: Laki-laki : Umur tidak diketahui
: Perempuan : Garis perkawinan
: Klien : Garis keturunan
: Garis serumah
GI : Nenek dan kakek klien sudah meninggal
GII : Ibu dan bapak sudah meninggal karena faktor usia
GIII : Klien menderita TBC dan sekarang di rawat di rumah sakit
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status kesehatan
a. Keadaan umum : Lemah
b. Kesadaran : Compos mentis
c. TTV : TD : 100/80 mmHg
N : 80 x/i
P : 40 x/i
S : 36.5 oC
2. Keadaan kulit
a. Inspeksi : - Warna kulit sawo matang
- Keadaan kulit jelek
- Tampak sianosis pada kulit
b. Palpasi : - Turgor kulit jelek
- Tidak teraba adanya massa/benjolan
- Kulit teraba hangat
3. Kepala
a. Inspeksi : - Bentuk kepala mesochepal
- Warna rambut beruban
- Penyebaran rambut merata
b. Palpasi : - Tidak ada nyeri tekan
- Tidak ada massa/benjolan
- Rambut tidak mudah tercabut
4. Mata
a. Inspeksi : - Mata semestris kiri dan kanan
- Sclera tidak icterus
- Tidak tampak adanya benjolan pada kelopak mata
b. Palpasi : - Tidak ada nyeri tekan pada kelopak mata
- Tidak teraba adanya massa
5. Telinga
a. Inspeksi : - Tidak tampak bersih
- Tidak tampak adanya serumen pada lubang telinga
- Tidak tampak adanya luka pada lubang telinga
b. Palpasi : - Tidak ada nyeri tekan pada tulang mastoid
- Tidak teraba adanya benjolan/massa
6. Hidung
a. Inspeksi : - Tidak tampak adanya polip
- Struktur hidung simestris kiri dan kanan
- Tampak terpasang O2
b. Palpasi : - Tidak ada nyeri tekan
7. Mulut
Inspeksi : - Klien memakai gigi palsu
- Keadaan lidah tampak kotor
8. Leher dan tenggorokan
a. Inspeksi : - Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tyroid
- Tidak tampak adanya kelenjar limfe
b. Palpasi : - Tidak terdapat nyeri tekan
- Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar limfe
- Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
Catatan : Sputum (+)
9. Dada dan paru
a. Inspeksi : - Bentuk dada normal chest
- Pengembangan dada mengikuti gerak nafas
- Ekspansi paru tidak maksimal
b. Palpasi : - Tidak teraba adanya nyeri tekan
- Tidak teraba adanya massa
c. Perkusi : - Bunyi sonor pada area paru
- Bunyi sonor pada area kiri dan kanan
d. Aukultasi : - Bunyi nafas vesikuler
- Terdengar bunyi tambahan ronchi
- Irama pernafasan irreguler

10. Jantung
a. Inspeksi : - Ictus cordis tampak
b. Palpasi : - Tidak ada nyeri tekan
- Denyut apkes teraba ada ics s
- Tidak teraba nyeri tekan pada sternum
c. Perkusi : - Bunyi pekak pada daerah jantung
d. Aukultasi : - Bj I dan Bj II terdengar murni
- Denyut jantung apek teraba pada Ics S-6
11. Abdomen
a. Inspeksi : - Warna kulit pada area abdomen sama dengan
warna sekitarnya
- Perut tampak datar
b. Palpasi : - Teraba adanya nyeri tekan pada abdomen
c. Perkusi : - Bunyi Tympani pada abodomen
d. Aukultasi : - Terdengar peristaltik usus 5x/i

12. Genetalia dan anus
Tidak dilakukan pengkajian, klien menolak.
13. Extermitas
Atas
a. Inspeksi : - Tampak sianosis pada lengan kanan
- Kekuatan otot lemah
- Tidak tampak adanya odem
b. Palpasi : - Tidak ada nyeri tekan
- Tidak terdapat pembengkakan
Bawah
a. Inspeksi : - Tampak pembengkakan pada kaki kiri
- Kaki kiri tampak susah digerakkan
b. Palpasi : - Terdapat nyeri tekan pada kaki kiri
c. Perkusi : - Refleks patella +/+
- Refleks babinsky -/-
14. Status neurologi
N1 (Penghidu) : Dapat membedakan bau yang lazim
N2 (Optikus) : Ketajaman penglihatan kurang baik
N3,4,6 (Okula motoris, Trothlearis, Abdeccus)
: Kontriksi pupil isokor dapat berakomodasi terhadap rangsangan cahaya
N5 (Trigeminus) : Sensorik/mampu merasakan rangsangan
N7 (Fasialis) : Klien mampu menggerakkan bibir ke atas dan bawah dan dapat tersenyum
N8 (Akustikus) : Fungsi pendengaran dan keseimbangan kurang baik.
N9 (Glasofaringeus) : Dapat membedakan rasa pahit, manis, asin dan asam
N10 (Vagus) : Klien dapat merasakan rangsangan
N11 (Spemal assesoris): Klien mampu merasakan kekuatan wajah, kepala
N12 (Hypolucus) : Kekuatan lidah baik
POLA KEGIATAN SEHARI-HARI
Jenis Kegiatan Sebelum Sakit Selama Sakit
1. Nutrisi
a. Pola makan
b. Frekuensi makan
c. Nafsu makan
d. Porsi makan
Nasi, sayur, lauk
3 x sehari
Baik
Dihabiskan
Bubur, sayur, lauk
3 x sehari
Menurun
Tidak dihabiskan
2. Cairan
a. Pola minum
b. Jumlah minum
Air putih, kopi
8 gelas/hari
Air putih
4 gelas/hari
3. Eliminasi
a. BAK
Frekuensi
Warna
Bau
b. BAB
Frekuensi
Warna
Konsistensi

3 x sehari
Kuning
Pesing

2 x sehari
Kuning
Lunak

4 x sehari
Kuning
Amoniak

1 x sehari
Kuning
Lunak


4. Istirahat Tidur
a. Tidur siang
b. Tidur malam
c. Pola tidur
Tidak pernah
12.00-05.00
Tidak ada masalah
Tidak pernah
22.00 – 04.00
Susah tidur
5. Hygiene
a. Mandi
b. Sikat gigi
c. Cuci rambut
2 x sehari
1 x sehari
2 x seminggu
Belum pernah
Belum pernah
Belum pernah

A. Pola Interaksi sosial
- Orang terdekat dengan klien adalah anak dan menantunya
- Klien mudah bergaul dengan orang lain
- Jika ada masalah dibicarakan dengan anaknya
- Interaksi dalam keluarga baik
B. Keadaan sosial
- Status rumah milik anaknya
- Keadaan lingkungan cukup ramai
- Saat musim hujan tidak banjir
C. Perawatan dan pengobatan
• Perawatan
- Bedrest
- Posisi semifowler
- Observasi TTV : TD : 100/80 mmHg
N : 80 x/i
P : 40 x/i
S : 36,5 oC
• Pengobatan
- Furosemid
- Digoxin
- Rifampicin 300
- Ethambutanol
- PZA
- INH 300
- B1 / B12
• Pemeriksaan lab
- BBS : 4/jam
- GDS : 107,6 mg/dl
- GPT : 35,5 u/l
- Crea : 0,5 mg/dl
• Foto Thoraks
- (-) kp dupleks lama aktif
- Cor kesan kasar (supmo)
- Sinus kanan










KLASIFIKASI DATA

DS :
- Klien mengatakan sesak
- Klien mengatakan susah tidur karena batuk
- Kien mengatakan nafsu makan menurun
- Klien mengatakan tidak pernah mandi selama dirawat di RS
- Klien mengatakan BAB baru 1 x
DO :
- Klien tampak lemah
- Klien tampak sesak
- Porsi makan tidak dihabiskan
- Tanda-tanda vital :
TD : 100/80 mmHg
N : 80 x/i
P : 40 x/i
S : 36,5 oC
- Klien tampak gelisah
- Keadaan kulit tampak kotor
- BB sebelum sakit = 45 kg
BB saat sakit = 43 kg

ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
DS :
- Klien mengatakan sesak
DO :
- Klien tampak lemah
- Klien tampak sesak
- TTV :
TD : 100/80 mmHg
N : 80 x/i
P : 40 x/i
S : 36,5 oC
Mycobacterium TB

Invasi bakteri pada saluran nafas

Reaksi inflamasi

Peningkatan produksi mokus

Terjadi kelemahan otot pernapasan

Ekspansi paru tidak maksimal

Pola napas tidak efektis
Pola napas tidak efektif
DS :
- Klien mengatakan nafsu makan menurun
DO :
- Porsi makan tidak dihabiskan
- Klien tampak lemah
BB menurun dari 45 kg menjadi 43 kg
Invasi Mycobacterium Tubercolosis dalam tubuh

Peningkatan aktivitas seluler

Peningkatan metabolisme yang berlebihan

Pemecahan karbohidrat lemak dan protein meningkat

BB menurun

Gangguan kebutuhan nutrisi
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
DS :
- Klien mengatakan susah tidur karena batuk
DO :
- Klien tampak lemah
- Klien tampak gelisah
- TTV :
TD : 100/80 mmHg
N : 80 x/i
P : 40 x/i
S : 36,5 oC
Rangsangan berupa peningkatan frekuensi napas

Merangsang susnan saraf otonom mengaktivasi RAS untuk mengaktifkan organ tubuh

Rafid Eye Movement
(REM Menurun)

Pasien terjaga
Gangguan kebutuhan istirahat tidur
DS :
- Klien mengatakan BAB baru 1 x
DO :
- Klien tampak lemah
- TTV :
TD : 100/80 mmHg
N : 80 x/i
P : 40 x/i
S : 36,5 oC
Invasi Mycobacterium tuberculosis dalam tubuh

Metabolisme dalam tubuh meningkat
Peningkatan aktivitas

Menekan area saraf dicorteks serebri

Menyebabkan kelemahan pada colon disertai dengan kondisi pasien bedrest

Penurunan metabolisme usus

Kontraksi usus menurun

Sehingga feases mengeras

Terjadi konstifasi
Gangguan eliminasi BAB
DS :
- Klien mengatakan tidak pernah mandi selama dirawat di RS
DO :
- Keadaan kulit tampak kotor

Kurangnya pengetahuan pasien tentang perawatan diri

Perawatan diri pasien kurang

Personal hygiene klien tidak terpenuhi

Gangguan personal hygiene
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama : Ny “C” Tgl Masuk : 20-07-2009
Umur : 100 Tahun Tgl. Pengkajian : 03-08-2009
Jenis Kelamin : Perempuan No. Register :
Dx. Medis : KP/TBC

No. Dx Hari/
Tgl Diagnosa Keperawatan Rencana Asuhan Perawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Senin 03-08-2009 Pola nafas tidak efektif b/d kelemahan otot pernapasan ditandai dengan :
DS :
- Klien mengatakan sesak.
DO :
- Klien tampak lemah
- Klien tampak sesak
- TTV :
TD : 100/80 mmHg
N : 80 x/i
P : 40 x/i
S : 36,5 oC Pola napas kembali normal dengan kriteria :
- Klien tidak sesak lagi
- Klien tampak segar
- TTV :
TD : 130/40 mmHg
N : 80 x/i
P : 20 x/i
S : 36 oC 1. Observasi TTV



2. Pasang O2



3. Atur posisi semiflower


4. Kolaborasi dalam pemberian obat ekspektoran

5. Anjurkan minum air hangat - Untuk mengetahui perkembangan penyakit klien.
- Untuk memudahkan klien dalam pernapasan
- Untuk memaksimal-kan ekspansi paru
- Untuk menurunkan kekentalan sekret pada jalan napas
- Untuk mengencerkan sekret
2. Senin 03-08-2009 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi b/d pemecahan karbohidrat, lemak dan protein :
DS :
- Klien mengatakan nafsu makan menurun.
DO :
- Klien tampak lemah
- Porsi makan tidak dihabiskan
- BB menurun dari 45 kg menjadi 43 kg Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria :
- Nafsu makan meningkat
- Porsi makan dihabiskan
- BB meningkat 1. Beri penjelasan tentang penting nya makanan dalam proses penyembuhan penyakit
2. Awasi program diet dan pola kebiasaan makannya dibandingkan intake makanan sekarang
3. Berikanan makanan dalam porsi sedikit tapi sering dalam keadaa hangat
4. Kolaborasi pemberian vitamin
5. Berikan makanan TKTP
- Nutrisi yang adekuat sangat penting untuk membantu proses penyembuhan
- Membantu dalam mengidentifi-kasi kebutuhan klien.


- Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi klien terhadap nutrisi
- Untuk dapat menambah nafsu makan
- Untuk membantu memulihkan tenaga klien
3. Senin 03-08-2009 Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur b/d stimulus peningkatan frekuensi napas ditandai dengan :
DS :
- Klien mengatakan susah tidur karena batuk.

DO :
- Klien tampak lemah
- TTV :
TD : 100/80 mmHg
N : 80 x/i
P : 40 x/i
S : 36,5 oC
- Klien tampak gelisah Klien dapat tidur sesuai kebutuhan dengan kriteria :
- Klien tidak terlihat lemah
- Klien tidak terlihat gelisah
- Klien dapat tidur 7-8 jam/hari

- TTV dalam batas normal :
TD : 130/90 mmHg
N : 80 x/i
P : 20 x/i
S : 36 oC 1. Kaji tingkat istirahat tidur klien



2. Observasi vital sign



3. Ciptakan suasana lingkungan perawatan yang tenang dan nyaman
4. Batasi pengunjung dan penunggu pasien - Mengetahui tingkat istirahat tidur dan kesulitan yang dialami klien
- Mengetahui tingkat perkembangan kesehatan klien.
- Agar klien dapat beristirahat dengan tenang


- Agar klien dapat beristirahat
4. Senin 03-08-2009 Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAB b/d penurunan metabolis-me usus ditandai dengan :
DS :
- Klien mengatakan BAB bari 1x.
DO :
- Klien tampak lemah

- TTV :
TD : 100/80 mmHg
N : 80 x/i
P : 40 x/i
S : 36,5 oC Pemenuhan kebutuhan eliminasi BAB terpenuhi dengan kriteria :
- Klien mengatakan BAB secara teratur
1. Anjurkan klien makan


2. Kolaborasi pemberian diet tinggi serat
3. Anjurkan untuk mobilitas secara bertahap
- Meningkatkan absosi/ penyerapan di lambung
- Melancarkan BAB

- Untuk meningkatkan kontraksi usus

5. Senin 03-08-2009 Gangguan pemenuhan personal hygiene b/d kurangnya pengetahuan pasien tentang perawatan diri ditandai dengan :
DS :
- Klien mengatakan klien tidak pernah mandi selama dirawat di RS.
DO :
- Keadaan kulit tampak kotor
Personal hygiene terpenuhi dengan kriteria :
- Tidak tercium bau badan
- Klien tampak segar dan bersih
1. Kaji tingkat kemampuan klien dalam personal hygiene



2. Bantu klien dalam pemenuhan personal hygiene
3. Anjurkan kepada klien untuk melakukan perawatan diri secara bertahap

4. beri HE tentang pentingnya personal hygiene - Untuk mengetahui sejauh mana klien dapat memenuhi kebutuhan personal hygiene
- Agar klien menjadi bersih



- Dapat menambahkan kemandirian klien dalam memenuhi personal hygiene
- Klien memahami setiap tindakan sehingga komperatif terhadap tindakan yang diberikan






























CATATAN PERKEMBANGAN

Hari/Tgl Jam Dx Implementasi Evaluasi
Senin,
03/08/2009 11.00 I 1. Memberikan posisi Semi Flower
Hasil : Klien merasa lebih nyaman
2. Mengobservasi TTV :
TD : 100/80 mmHg
N : 80 x/i
P : 40 x/i
S : 36,5 oC
3. Menganjurkan klien minum air hangat
Hasil : Klien mau minum air hangat S : Klien mengatakan masih sesak
O : Klien tampak sesak
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Senin,
03/08/2009 11.25 II 1. Menganjurkan klien makan sedikit demi sedikit tapi sering
Hasil : Klien mau melakukannya
S : Klien mengatakan nafsu makan menurun
O : Porsi makan tidak dihabiskan
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 3

Senin,
03/08/2009 12.00 III 1. Mengkaji tingkat istirahat tidur klien
Hasil : Istirahat tidur klien tidak nyenyak
2. Mengobservasi TTV :
TD : 100/80 mmHg
N : 80 x/i
P : 36,5 x/i
S : 40 oC
3. Menciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan tenang
Hasil : Lingkungan tampak tenang dan nyaman
4. Membatasi pengunjung
Hasil : Tidak ada pngunjung S : Klien mengatakan tidurnya tidak nyenyak
O : Klien tampak lemah
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1,2

Senin,
03/08/2009 12.50 IV 1. Menganjurkan klien makan makanan yang berserat
Hasil : Klien melakukannya
2. Menganjurkan klien untuk melakukan mobilitas secara bertahap
Hasil : Klien melakukannya
S : Klien mengatakan belum bisa BAB
O : Klien tampak lemah
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1,2
Selasa,
04/08/2009 09.00 I 1. Memberikan posisi Semi Flower
Hasil : Klien merasa lebih nyaman
2. Mengobservasi TTV :
TD : 100/80 mmHg
N : 80 x/i
P : 36 x/i
S : 36,5 oC S : Klien mengatakan tidak sesak lagi
O : Klien tampak rileks
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi

Selasa,
04/08/2009 10.00 II 1. Memberikan makanan dalam porsi sedikit demi sedikit tapi sering dalam keadaan hangat
Hasil : Klien mau melakukannya
S : Nafsu makan klien baik
O : Porsi makan dihabiskan
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
Selasa,
04/08/2009 10.40 III 1. Mengkaji tingkat istirahat tidur klien
Hasil : Tidur klien nyenyak
3. Mengobservasi TTV :
TD : 100/80 mmHg
N : 80 x/i
P : 36 x/i
S : 20 oC S : Tidur klien nyenyak
O : Klien tampak segar
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi


Selasa,
04/08/2009 11.00 IV 1. Menganjurkan klien makan makanan berserat
Hasil : Klien melakukannya
2. Menganjurkan klien untuk melakukan mobilisasi secara bertahap
Hasil : Klien mau melakukannya S : Klien mengatakan belum bisa BAB
O : Klien tampak lemah
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Selasa,
04/08/2009 11.40 V 1. Mengkaji tingkat kemampuan personal hygiene
Hasil : Klien tampak bersih
2. Membantu klien dalam pemenuhan personal hygiene
Hasil : Klien tidak menolak (memandikan dan merapikan klien)
3. Menganjurkan kepada klien untuk melakukan perawatan diri
Hasil : Klien mengerti dan mau melakukannya
4. Memberikan HE tentang pentingnya personal hygiene
Hasil : Klien mengerti S : Klien merasa segar
O : Klien tampak bersih
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi


























BAB IV
PEMBAHASAN

Pada Bab-bab terdahulu didalam karya tulis ini penulis telah menguraikan secara teori tentang tuberkulosis paru melalui pendekatan study kepustakaan dan juga membahas tentang pelaksanaan study kasus langsung terhadap pasien dengan gangguan sistem pernafasan; tuberculosis paru di Ruang Perawatan Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pangkep sejak tanggal 3 s.d 5 Agustus 2009.
Setelah penulis mengadakan study kasus langsung tersebut, maka penulis akan mencoba membahas secara singkat tentang kesenjangan yang terjadi antara teori dengan kasus.
Untuk memudahkan dalam memahami kesenjangan yang terjadi maka penulis membahas berdasarkan dengan langkah-langkah proses keperawatan yaitu : Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi.
PENGKAJIAN
Secara konsep gejala/tanda yang ditemukan pada penyakit tuberkulosis paru adalah demam, kelemahan, nafas pendek, kesulitan tidur, menggigil/berkeringat pada malam hari, takikardia, dispnea pada kerja, nyeri dada, sesak, ansietas, kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, gelisah, batuk produktif, nafas pendek, bunyi napas krekels.
Sedangkan pada kasus, data yang ditemukan meliputi batuk, dahak bercampur darah, nyeri dada, ronchi pada area paru, kelemahan, cemas dan gelisah, wajah tegang dan keterbatasan aktivitas.
Kesenjangan yang ditemukan adalah terdapat beberapa data pada teori yang tidak ditemukan pada kasus yaitu demam, , menggigil/berkeringat pada malam hari, takikardia, dan turgor kulit buruk. Hal ini disebabkan karena pada penderita yang dirawat oleh penulis, penyakit yang dialami sudah berjalan lama dan telah mendapatkan pengobatan di puskesmas. Hal ini mengakibatkan beberapa gejala akut dan berat telah teratasi dengan perawatan dan pengobatan sebelumnya.
Disamping itu kesenjangan lain yang ditemukan adalah terdapat beberapa data pada kasus yang tidak ada dalam konsep teori yakni gelisah, dan keterbatasan aktivitas. Keadaan ini dialami oleh klien akibat kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit; proses, perawatan dan pengobatan sehingga menjadi stressor dan mengakibatkan koping klien tidak efektif yang memicu terjadinya kecemasan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges, 2000, diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada tuberkulosis paru yaitu :
1. Resiko tinggi terhadap infeksi (aktivasi ulang) berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret yang kental.
3. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan, sering batuk dan anoreksia.
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan berhubungan dengan kurang terpajan/salah interpretasi informasi.
Pada kasus Tn. C, diagnosa yang dirumuskan oleh penulis ada 5 diagnosa sebagai berikut :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan pemecahan kkarbohidrat, lemak dan protein yang meningkat
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan peningkatan frekwensi nafas.
4. Gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan penurunan metabolism usus.
5. Gangguan pemenuhan personal hygiene berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
Kesenjangan yang ditemukan adalah terdapat 3 diagnosa dalam teori yang tidak ditemukan pada kasus nyata. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Resiko tinggi terhadap infeksi (aktivasi ulang) berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat.
Diagnosa ini tidak dirumuskan oleh penulis karena penderita telah mendapatkan obat anti tuberkulosis sehingga resiko untuk terjadinya infeksi (aktivasi ulang) dapat dicegah.
2. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru.
Diagnosa ini tidak dirumuskan oleh penulis karena penderita telah mendapatkan perawatan dan pengobatan di rumah sakit sehingga resiko untuk bertambah luasnya permukaan paru yang tidak efektif sudah dapat dicegah.
3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan berhubungan dengan kurang terpajan/salah interpretasi informasi.
Diagnosa ini tidak dirumuskan oleh penulis karena penulis telah mengangkat diagnosa gangguan personal hygiene dengan menjadikan kurang pengetahuan sebagai etiologi dari masalah sehingga intervensi terhadap kecemasan juga sebagian merupakan intervensi untuk peningkatan pengetahuan klien atau pemenuhan kebutuhan belajar dan untuk memenuhinya penulis melakukan penyuluhan kepada klien dan keluarga pada hari ketiga perawatan oleh penulis.
Kesenjangan lain yang ditemukan adalah terdapat tiga diagnosa yang ditegakkan oleh penulis tetapi tidak terdapat dalam tinjauan teori. Diagnosa tersebut adalah :
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
Diagnosa ini dirumuskan oleh penulis karena pada saat pengkajian ditemukan adanya kekurangan istirahat tidur yang diakibatkan oleh peningkatan frekwensi napas sehingga RAS terstimulasi terus sehingga menyebabkan pasien tidak bias tidur dengan lelap ( REM menurun).
2. Gangguan eliminasi BAB berhubungan penurunan metabolism usus.
Diagnosa ini dirumuskan oleh penulis karena ditemukan keadaan dimana pasien sejak masuk RS tidak pernah BAB akibat istirahat di tempat tidur yang menyebabkan metabolime tubuh menurun termasuk ke usus sehingga kontraktilitas usus juga menurun akibatnya BAB tidak lancer.
3. Gangguan pemenuhan personal hygiene berhubungan dengan kurangnya pengetahuan. Diagnose ini dirumuskan oleh penulis karena ditemukan keadaan pasien yang sangat kotor dan tidak pernah mandi setelah dilakukan pengkajian lebih dalam ternyata pasien tidak tahu tentang kegunaan kebersihan diri hubungannya dengan proses penyembuhan.
PERENCANAAN
Di dalam membuat perencanaan penulis melibatkan klien dengan keluarganya karena hal ini perlu adanya kerja sama yang baik sehingga tindakan yang diberikan akan berdampak positif bagi diri klien sendiri dan masalah klien dapat berkurang atau teratasi dengan baik.
Seluruh tindakan yang diberikan berorientasi pada rencana yang telah dibuat dengan mengantisipasi semua masalah yang timbul untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Tindakan yang dilakukan pada kasus ini tidak jauh berbeda dengan teoritis, yang dalam tindakan keperawatan meliputi tindakan mandiri keperawatan, tindakan observasi, tindakan kolaborasi, penatalaksanaan dan pendidikan kesehatan (Health Education).
Pada diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret, intervensi bersihkan sekret dari mulut dan trakhea tidak direncanakan oleh penulis karena klien dapat mengeluarkan sekret melalui batuk sehingga tidak memerlukan suction.
Pada diagnosa diagnose yang lain intervensi yang direncanakan disesuaikan dengan kebutuhan klien, regimen umum yang diterapkan di rumah sakit dengan tetap mengacu pada literatur-literatur keperawatan yang ada hubungannya dengan kedua diagnosa ini.
Perencanaan yang diberikan dalam melaksanakan proses keperawatan pada klien dengan tuberkulosis berdasarkan pada masalah yang dihadapi oleh klien dan dilaksanakan langsung oleh penulis sesuai yang ada pada teori.
Dalam tahap perencanaan ini penulis tidak menemui hambatan yang berarti, hal ini tercermin pada penentukan rencana tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi klien, sehingga rencana tindakan ini penulis dapat melaksanakan sesuai waktu yang telah ditetapkan.
PELAKSANAAN
Tindakan keperawatan yang dilaksanakan selalu berorientasi pada rencana yang telah dibuat dengan mengantisipasi seluruh tanda-tanda yang ada sehingga tujuan dapat dicapai. Tindakan yang diberikan meliputi :
Tindakan observatif keperawatan.
Tindakan mandiri pasien.
Tindakan mandiri perawat.
Tindakan kolaboratif.
Tindakan edukatif.
Di dalam teori ini tindakan yang diberikan tidak ada kesenjangan dengan kasus yang nyata.
EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi meliputi proses dan hasil. Evaluasi menunjukkan adanya kemajuan atau keberhasilan dari masalah yang dihadapi oleh klien.
Setelah melakukan asuhan keperawatan selama 3 hari dari tanggal 3 s.d 5 Agustus 2009 menunjukkan bahwa dari 5 diagnosa keperawatan, 4 diagnosa dapat teratasi yakni pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan, ganggaun nutrisi, gangguan istirahat tidur dan personal hygiene sedangkan satu diagnosa lainnya yaitu gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan penurunan metabolism usus belum dapat diatasi namun telah menunjukkan kemajuan yang berarti. Keberhasilan ini dapat tercapai karena kerjasama yang baik dengan klien dan keluarga serta tim medis dan penunjang yang menangani klien Tn. C dengan Tuberculosis Paru.
Perawatan selanjutnya, penulis mendelegasikan kepada rekan perawat ruangan yang bertugas di ruang perawatan Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pangkep untuk melanjutkan masalah yang belum teratasi.



BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Setelah mempelajari teori-teori dan pengalaman langsung di lahan praktek mengenai klien tuberkulosis paru yaitu tentang penyakit dan asuhan keperawatan maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Penyakit tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh suatu basil yang disebut mikobakterium tuberkulosis.
2. Umumnya klien tuberkulosis paru yang berkunjung ke rumah sakit setelah ada keluhan : Batuk, sakit dada, nyeri otot, sakit kepala, dan sesak nafas.
3. Perawatan terhadap penyakit tuberkulosis paru diperlukan secara intensif, klien tidak boleh melakukan aktivitas yang berlebihan, pengobatan yang teratur, diimbangi dengan gizi yang memadai/adekuat sesuai dengan kebutuhan.
B. SARAN-SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis bermaksud mengemukakan saran yang mungkin dapat bermanfaat untuk penanganan khusus terhadap klien tuberkulosis paru sebagai berikut :
1. Pendidikan/penyuluhan kesehatan perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara intensif kepada; individu, keluarga, kelompok, masyarakat, tentang cara penularan dan cara pencegahan, pemberantasan, penanggulangan, pengobatan penyakit tuberkulosis paru, agar masyarakat dapat berperan serta aktif untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya serta dapat segera memeriksakan kesehatannya.
2. Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan klien penyakit tuberculosis paru perlu memperhatikan/meningkatkan prinsip, teknik aseptik dan antiseptik untuk mencegah terjadinya penularan, baik pada diri sendiri keluarga atau orang lain.
3. Untuk menjalankan tehnik isolasi yang lebih baik diharapkan persediaan alat-alat yang diperlukan ruangan isolasi yang memenuhi syarat kesehatan.
4. Untuk mencapai tujuan perawatan yang lebih baik maka tenaga keperawatan diharapkan mampu melaksanakan asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan.





DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, EGC, Jakarta.

C. Long Barbara., 1996, Perawatan Medical Bedah, Buku 2. Alih bahasa Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.

Carpenito Lynda Juail., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2, Penerbit EGC, Jakarkta.

Doenges E. Mariylnn at all., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan (Terjemahan Indonesia), Edisi 2, Jakarta.

Guyton and Hall., 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit EGC, Jakarta

Price A. Sylvia Lorraine, 1995, Patofisiologi, Buku II. Penerbit EGC, Jakarta

Sarwono Waspadji Suparman, 1993, Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, FKUI, Jakarta.

Tucker, Susan Martin, (1998), Standar Perawatan Pasien, Edisi 5 – EGC, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar