HTML

materi kuliah

Selasa, 22 Februari 2011

sistem sekresi pada manusia

SYSTEM SEKRESI PADA TUBUH MANUSIA

A. Ginjal
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi.
Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal).
Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang peritoneum yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.
Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan.
Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm dan ketebalan 5 cm dengan berat sekitar 150 gram. Ginjal memiliki bentuk seperti kacang dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Di tiap ginjal terdapat bukaan yang disebut hilus yang menghubungkan arteri renal, vena renal, dan ureter
Organisasi
Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut medulla. Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat pula dilihat adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar yang disebut kapsula.
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).
Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.
Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam kapsula Bowman terdapat tiga lapisan:
• kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus
• lapisan kaya protein sebagai membran dasar
• selapis sel epitel melapisi dinding kapsula Bowman (podosit)
Dengan bantuan tekanan, cairan dalan darah didorong keluar dari glomerulus, melewati ketiga lapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan dalam kapsula Bowman dalam bentuk filtrat glomerular.
Filtrat plasma darah tidak mengandung sel darah ataupun molekul protein yang besar. Protein dalam bentuk molekul kecil dapat ditemukan dalam filtrat ini. Darah manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc filtrat glomerular per menitn Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya adalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal.
Lengkung Henle diberi nama berdasar penemunya yaitu Friedrich Gustav Jakob Henle di awal tahun 1860-an. Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus melalui osmosis.


a.Gambar struktur ginjal dari belakang b.struktur detail ginjal




B. Hati
Hati adalah sebuah kelenjar terbesar dan kompleks dalam tubuh, berwarna merah kecoklatan, yang mempunyai berbagai macam fungsi, termasuk perannya dalam membantu pencernaan makanan dan metabolisme zat gizi dalam sistem pencernaan.
Hati manusia dewasa normal memiliki massa sekitar 1,4 Kg atau sekitar 2.5% dari massa tubuh. Letaknya berada di bagian teratas rongga abdominal, disebelah kanan, dibawah diagfragma dan menempati hampir seluruh bagian dari hypocondrium kanan dan sebagian epigastrium abdomen. Permukaan atas berbentuk cembung dan berada dibawah diafragma, permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transverses. Permukaannya dilapisi pembuluh darah yang keluar masuk hati.
Lobus-lobus dari hati terdiri atas lobulus-lobulus. Sebuah lobulus terdiri atas sel-sel epitel yang disebut sel-sel hati atau hepatosit. Disusun secara tak beraturan, bercabang, diantara lapisan-lapisan sel tersebut ada ruang endothelial-lined yang disebut sinusoid-sinusoid yang diteruskan ke aliran darah.
Sinusoid-sinusoid juga sebagian terdiri atas sel-sel fagosit dan sel-sel kupffer yang merombak sel-sel darah merah dan sel darah putih yang telah rusak, bakteri-bakteri dan senyawa-senyawa beracun. Hati terdiri atas sinusoid-sinusoid yang bergantung pada tipe pembuluh kapilernya berlapis-lapis dan dihubungkan langsung ke sebuah vena pusat. Sel-sel ini mensekresikan cairan empedu.
Secara fisiologis, fungsi utama dari hati adalah:
1. Membantu dalam metabolisme karbohidrat
2. Membantu metabolisme lemak
3. Membantu metabolisme Protein
4. Menetralisir obat-obatan dan hormon
5. Menetralisir obat-obatan dan hormon
6. Mensintesis garam-garam empedu
7. Sebagai tempat penyimpanan
8. Sebagai fagosit

C. Kantong empedu



Kandung empedu merupakan kantong otot kecil yang berfungsi untuk menyimpan empedu (cairan pencernaan berwarna kuning kehijauan yang dihasilkan oleh hati). Kandung empedu memiliki bentuk seperti buah pir dengan panjang 7-10 cm dan merupakan membran berotot. Terletak didalam fossa dari permukaan visceral hati. Kandung empedu terbagi kedalam sebuah fundus, badan dan leher.
Bagian-bagian dari kandung empedu :
• Fundus vesikafelea, merupakan bagian kandung emepeduyang paling akhir setelah korpus vesikafelea.
• Korpus vesikafelea, bagian dari kandung empedu yang didalamnya berisis getah empedu. Getah emepedu adalah suatu cairan yang disekeresi setiap hari oleh sel hati yang dihasilkan setiap hari 500-1000 cc, sekresinya berjalan terus menerus, jumlah produksi meningkat sewaktu mencerna lemak.
• Leher kandung kemih. Merypakan leher dari kandung empedu yaitu saluran yang pertama masuknya getah empedu ke badan kandung emepedu lalu menjadi pekat berkumpul dalam kandung emepedu.
• Duktus sistikus. Panjangnya kurang lebih 3 ¾ cm. berjalan dari leher kandung emepedu dan bersambung dengan duktus hepatikus membentuk saluran empedu ke duodenum.
• Duktus hepatikus, saluran yang keluar dari leher.
• Duktus koledokus, saluran yang membawa empedu ke duodenum.
Fungsi kandung empedu
1. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati. Untuk membuang limbah tubuh tertentu (terutama pigmen hasil pemecahan sel darah merah dan kelebihan kolesterol) serta membantu pencernaan dan penyerapan lemak.
2. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dirubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.
Berbagai protein yang memegang peranan penting dalam fungsi empedu juga disekresi dalam empedu.
Proses pembentukkan empedu
Empedu sebagian besar adalah hasil dari excretory dan sebagian adalah sekresi dari pencernaan.
aram-garam empedu termasuk ke dalam kelompok garam natrium dan kalium dari asam empedu yang berkonjugasi dengan glisin atau taurin suatu derifat/turunan dari sistin, mempunyai peranan sebagai pengemulsi, penghancuran dari molekul-molekul besar lemak menjadi suspensi dari lemak dengan diameter ± 1mm dan absorpsi dari lemak, tergantung dari system pencernaannya. Terutama setelah garam-garam empedu bergabung dengan lemak dan membentuk Micelles, kompleks yang larut dalam air sehingga lemak dapat lebih mudah terserap dalam sistem pencernaan (efek hidrotrofik). Ukuran lemak yang sangat kecil sehingga mempunyai luas permukaan yang lebar sehingga kerja enzim lipase dari pankreas yang penting dalam pencernaan lemak dapat berjalan dengan baik.
D. Saliva
Terdapat perbedaan cukup besar dalam komposisi ion saliva antar spesies dan antar kelenjar. Akan tetapi,umumnya saliva yg dieksresi di dalam kelenjar bersifat isotonik dgn konsentrasi ion natrium,kalium,klorida dan karbonat yg mirip dgn di dalam plasma. Saliva terutama mengandung sejumlah besar ion kalium dan bikarbonat. Sebaliknya,konsentrasi ion natrium dan klorida umumnya lebih rendah pd saliva daripada di dalam plasma. Sekresi saliva terbentuk melalui 2 tahap yaitu :
1.Duktusasinus(interkalatus)
2. Duktus salivatorius (ekskretorius) Kedua duktus memodifikasi komposisi saliva yg mengalir melaluinya dgn mengambil natrium dan klorida serta menambahkan kalium dan bikarbonat.
Duktus tersebut relatif impermeabel terhadap air,dan saliva menjadi hipotonik didalam system duktus. Pd aliran saliva yg lambat,saliva yg sampai ke mulut bersifat hipotonik,agak asam,dan kaya akan kalium tetapi relatif kurang natrium dan klorida. Jika aliran saliva cepat,komposisi ion tidak cukup waktu utk berubah di dalam duktus. Akibatnya,meskipun pd manusia tetap hipotonik,salivanya bersifat lebih dekat isotonik,dgn konsentrasi natrium dan klorida yg lebih tinggi. Aldosteron meningkatkan konsentrasi kalium dan menurunkan natrium saliva dgn kerja yg analog seperti pd ginjal.

Berikut ini mekanisme sekresi saliva. Sel asinus mensekresi sekresi primer yg mengandung ptialin dan musin dalam larutan ion dgn konsentrasi yg tidak jauh berbeda dari yg disekresikan dalam cairan ekstraselular khusus. Sewaktu sekresi primer mengalir melalui duktus,terjadi 2 transpor aktif utama yg memodifikasi komposisiionsalivasecaranyata.
1. Ion2 natrium secara aktif direabsorbsi dari semua duktus salivarius,dan ion kalium disekresi secara aktif sebagai pengganti natrium. Oleh karena itu natritm dari saliva sangat berkurang sedangkan konsentrasi ion kalium meningkat. Akan tetapi,ada kelebihan reabsorbsi ion natrium yg melebihi sekresi ion kalium,dan ini menghasilkan negativitas sekitar 70 mV di dalam duktus salivarius,dan keadaan ini kemudian menyebabkan konsentrasi ion klorida turun menjadi sangat rendah,menyesuaikan penurunanpdkonsentrasiionnatrium.
2. Ion2 bikarbonat disekresi oleh epitel duktus ke dalam lumen duktus. Hal ini disebabkan pertukaran ion bikarbonat dgn klorida sebagai hasil proses sekresi aktif.

Hasil akhir dari proses transpor ini pd kondisi istirahat,konsentrasi masing2 natrium dan klorida dalam saliva hanya sekitar 15mEq/L,sekitar 1/7 - 1/10 konsentrasinya dalam plasma. Sebaliknya,konsentrasi kalium sekitar 30 mEq/L,tujuh kali lebih besar dari konsentrasinya dalam plasma,dan konsentrasi bikarbonat antara 50 - 70 mEq/L,sekitar 2-3 kali lebih besar dari konsentrasinya dalam plasma. Selama salivasi maksimal,konsentrasi ionik saliva berubah karena kecepatan pembentukan sekresi primer oleh sel asini dan meningkat sebesar 20 kali lipat.
Akibatnya,sekresi asinar akan mengalir melalui duktus dgn cepat sehingga pembaruan sekresi duktus menurun. Akibatnya,bila saliva disekresi dalam jumlah sangat banyak,konsentrasi natrium klorida akan meningkat sekitar 1/2 - 2/3 konsentrasi dalam plasma,sedangkan konsentrasi kalium turun hanya 4 kali konsentrasi dalam plasma. Pd keadaan kelebihan sekresi aldosteron,reabsorbsi natrium dan klorida serta sekresi kalium akan sangat meningkat,sehingga konsentrasi natrium klorida di dalam saliva kadang2 menurum hampir sampai 0 sementara konsentrasi kalium meningkat bahkan melebihi 7 kali kadar kalium plasma normal.
Akibat konsentrasi kalium yg tinggi dalam saliva,pd keadaan abnormal apa pun,di mana saliva dikeluarkan ke bagian luar tubuh utk waktu yg lama,seseorang dapat menderita kekurangan ion kalium yg serius dalam tubuh. Pd keadaan tertentu akan mengakibatkan terjadinya hipokalemia yg serius dan paralisis.

E. Kulit
Kulit dan apendicesnya merupakan struktur kompleks yang membentuk jaringan tubuh yang kuat dan keras. Fungsinya dapat dipengaruhi oleh kerusakan terhadap struktur demikia juga oleh penyakit. Karena terdapat banyak penyakit yang mempengaruhi kulit maka hanya yang paling sering ditemukan saja yang akan dibahas di sini.Kulit terdiri dari 2 lapisan epidermis atau lapisan luar, dan dermis atau kulit sebenarnya. Terdapat juga apendices pada kulit yang termasuk rambut dan kuku.
• Epidermis
Epidermis terdiri dari sel epitel yang mengalami keratinisasi yang mengandung bahan lemak yang menjadikan kulit kedap air. Sel superfisial dari stratum ini secara kostan dilepaskan dan diganti. Sel lain mengandung cairan berminyak. Lapisan ketiga tediri dari sel-sel yang mengandung granula yang mampu merefraksi cahaya dan membantu memberikan warna putih pada kulit. Lapisan keempat mengandung sel yang memproduksi melamin, suatu bahan yang bertindak sebagai perlindungan terhadap pengaruh sinar UV. Epidermis tidak mengandung pembuluh darah, tetapi limfe bersirkulasi dalam ruang interselular.
• Dermis
Dermis terdiri dari jaringan fibrosa yang lebih padat pada bagian superficial dibandingkan bagian dalamnya. Dapat diidentifikasi 2 lapisan : yang pertama mengandung akhiran saraf sensorik, pembuluh darah dan limfatika ; yang kedua mengandung serat kolagen, serat elastik, glandula sebasea, glandula sudorifera, folikel rambut dan muskulus arrektor pilli.
• Hipodermis
Ini merupakan zona transisional diantara kulit dan jaringan adiposa di bawahnya. Mengandung sel lemak demikian juga jaringan ikat putih dan kuning, kumparan dari sejumlah glandula sebasea dan radiks dari sejumlah rambut.Pemberian zat makanan dermis atau porium tergantung pada vena dan limfatika. Baik saraf bermielin maupun tidak bermielin ditemukan dalam kulit yang berisi organ akhir dan banyak serat saraf. Organ ini memberikan respon sensasi panas, dingin, nyeri, gatal, dan raba ringan.
• Kelenjar Keringat
Kelenjar keringat terdiri dari glomerolus atau bagian sekresi dan duktus. Secara relatif terdapat catu darah yang kaya dan menskresi keringat yang agak keruh, hampir tidak berbau, hampir mengandung 99% air, dan sejumlah kecil khlorida, urea, amonium, asam urat dan kreatinin. Berbagai tipe kelenjar keringat ditemukan pada area seperti genetalia, anus, aksila dan puting susu dan masing-masing juga mempunyai bau yang khas.
• Appendises
Appendises termasuk rambut dan kuku. Rambut berasal epitel dan terbentuk dari sel tanduk yang mengalami modifikasi yang timbul dalam struktur yang kompleks, yaitu folikel yang terletak dalam lapisan dermis yang lebih dalam. Pada saat rambut melintasi lapisan permukaan dari dermis maka rambut dilapisi oleh sebum yang merupakan eksresi dari glandula kecil yang terletak berdekatan dengan batang rambut. Fungsinya adalah melumasi kulit dan menjaga kulit tetap lentur, bertindak sebagai penolak air dan melindungi kulit dari udara yang kering.
Kuku terdiri dari sel tanduk yang mengalami modifikasi yang bersatu dengan kuat. Pada bagian proksimal kuku terbentuk dalam matriks kulit. Dasar kuku terdiri dari sel prickle yang mengalami modifikasi pada mana kuku melekat dengan kuat.
Kuku sebagian memperoleh warna dari darah dan sebagian dari pigmen dalam epidermis terutama melanin. Sebagai penitup bagian luar maka kulit mempunyai banyak fungsi yang tidak saja besifat protektif, tetepi juga termasuk yang berikut :
1. Bertindak sebagai barier terhadap infeksi asal berada dalam keadaan utuh, tetapi dapat juda dirusak oleh mikroorganisme dengan aksi dari asam lemak rantai panjang yang ditemukan dalam kulit. Invasi bakteri dapat juga terhalang oleh keasaman kulit.
2. Ketahanan jaringan yang kuat melindungi jaringan di bawahnya.
3. Kulit bertindak sebagai insulator (hipoderm) dan membantu mengatur suhu tubuh. Pengendalian suhu tubuh juga merupakan fungsi dari glandula sudorifera dan pembuluh darah. Ketika hari panas, glandula menskresi keringat, dan penguapannya menyebabkan pendinginan ; pembuluh darah berdilatasi untuk memungkinkan keluarnya panas tubuh dengan meningkatkan aliran darah dekat dengan permukaan tubuh. Ketika hari dingin, pembuluh darah berkonstriksi, menurunkan aliran darah dan dengan demikian menurunkan kehilangan panas.
4. Karena mengandung akhiran saraf sensorik, sensasi dari kulit memainkan peranan penting dalam mempertahankan kesehatan.
5. Sampai tingkat tertentu, kulit bertindak sebagai organ ekskresi untuk mengeluarkan produk sampah tubuh. Karena itu memainkan peranan dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Dalam kondisi yang sesuai, kulit mencatu vitamin D tubuh. Vitamin ini terbentuk dengan aksi fotokimia dari sinar UV pada sterol yang diduga diekskresikan dalam sebum.
• Sidik Jari
Sidik jari sudah terbentuk pada bulan ketiga kehidupan intra uterin dan ini mempunyai aplikasi penting dalam genetika dan kedokteran. Masing-masing individu mempunyai pola sidik jari tersendiri dan fakta ini digunakan sebagai cara identifikasi polisi dan di RS tertentu. Ditemukan bahwa pada sejumlah cacat genetika terdapat sidik jari atau sidik kaki abnormal. Misalnya pada sindroma down (mongolisme), sidik jari yang beransa lebih sering dari biasanya, dan pada sindroma turner terdapat lebih banyak ridge dibandingkan keadaan normal.
• Kulit Neonatus
Kulit pada bayi neonatus ditutupi oleh bahan berminyak, yaitu verniks kaseosa yang memperbesar mantel pelindung normal yang ditemukan pada kulit orang dewasa. Bahan ini dihasilkan oleh hormon sek maternal yang merangsang sekresi dari glandula kulit bayi. Pengaruh dari hormon ini berlangsung selama beberapa bulan setelah lahir, tetapi glandula kulit bayi sendiri secara relatif tetap inaktif hingga pubertas. Verniks harus dibiarkan lepas atau diangkat secara perlahan-lahan. Jika kulit bersih dari verniks, maka bayi dapat dimandikan dengan menggunakan sabun dan dikeringkandengan lembut. Pengeringan selanjutnya dapat ditingkatkan dengan menggunakan bedak talkum halus. Beberapa bayi dilahirkan dengan kulit kering. Hal ini tampaknya merupakan keadaan yang diwariskan, dimana terdapat kelebihan lapisan tanduk dan seringkali lebih sedikit dan kelenjar keringat yang kurang aktif dibandingkan kulit normal.

F. Usus halus
Ketika sphincter pylorus membuka, sejumlah kecil chymus (cairan dari lambung yang masuk ke dalam usus) dikeluarkan dari lambung menuju ke usus halus.Sesampainya chymus di usus halus, tahap pencernaan yang berikutnya sedang dimulai. Usus halus yang panjangnya 7 meter dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: usus duabelas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan yang dilapisi tonjolan yang disebut vilus. Setiap vilus berbentuk seperti jari yang mengandung sebuah pembuluh darah dan pembuluh limfe. Ada kira-kira lima juta vilus usus yang membuat permukaan usus menjadi sebesar 75.000 cm2.Ketika chymus bergerak ke duodenum, asam di dalamnya dinetralisir oleh sekresi dinding duodenum, juga oleh getah pankreas dan hati. Getah pankreas melanjutkan proses pemecahan protein yang dimulai di lambung dan menguraikan karbohidrat. Sementara itu, sekresi hati disebut empedu. Bahan ini terbuat dari garam dan pigmen yang berperan penting dalam pencernaan lemak.Dari usus duabelas jari, chymus bergerak ke usus kosong dan usus penyerapan, didorong oleh kontraksi peristaltik. Sepanjang perjalanannya, sekresi dan enzim terus menghancurkan chymus menjadi molekul-molekul kecil yang siap masuk ke dalam aliran darah. Proses penyerapan dimulai pada bagian terakhir usus halus atau di usus penyerapan. Molekul-molekul yang sangat kecil melewati dinding vilus yang tipis dan diedarkan oleh darah menuju ke hati.

Jumat, 03 Desember 2010


BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
      Gangguan pada jantung dan pembuluh darah sering datang tanpa gejala. Apabila tidak segera diatasi, penyakit itu bisa berakibat fatal bagi penderitanya. Demi memperpanjang harapan hidup pasien, berbagai terobosan teknologi bidang kedokteran terus dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir ini.
      Ancaman kematian karena penyakit jantung kini makin nyata. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2020 kematian karena penyakit jantung akan bertambah dua kali lipat di negara berkembang, jauh lebih tinggi dibandingkan negara maju.
     Hal ini seiring perubahan pola hidup masyarakat di negara berkembang. Kian banyak penduduk gemar mengonsumsi makanan berlemak tinggi dan jarang olahraga. ”Pola hidup tidak sehat memicu tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes, kelebihan berat badan, dan stres yang merupakan faktor risiko penyakit jantung,” kata dr Philip Koh, ahli jantung dari The Heart Clinic, Mount Elizabeth Hospital, di Singapura, beberapa waktu lalu
B.TUJUAN
        Untuk Mengetahui asuhan keperawatan pada gangguan katup jantung





                                                            BAB II

                                                     PEMBAHASAN

  A.KONSEP DASAR

      Bila salah satu katup jantung tidak terbuka atau tertutup dengan baik maka akan mempengaruhi aliran darah. Bila katup tidak dapat membuka secara sempurna (biasanya karena stenosis), akibatnya aliran darah melalui katup tersebut akan berkurang. Bila katup tidak dapat menutup secara sempurna darah akan mengalami kebocoran sebagai proses yang disebut regurgitasi atau insufisiensi.

        Kelainan katup mitral dibagi menjadi beberapa kategori berikut:

v   Sindrom prolaps katup mitralis
v   Stenosis katup mitralis
v     Insufisiensi katup mitralis (regurgitasi)

Kelainan katup aorta dikategorikan sebagai berikut:

v Stenosis katup aorta
v Insufisiensi katup aorta (regurgitasi)


·         SINDROM PROLAPS KATUP MITRALIS (MVP)

              1.Definisi
        Sindrom prolaps katup mitralis adalah disfungsi bilah-bilah katup mitralis yang tidak dapat menutup dengan sempurna dan mengakibatkan regurgitasi, sehingga darah merembes dari ventrikel kiri ke atrium kiri.

  2.Manifestasiklinik
        Banyak orang yang mempunyai sindrom ini tapi tidak menunjukkan gejala. Terkadang gejala pertama kali ditemukan pada saat pemeriksaan fisik jantung, dengan ditemukannya bunyi jantung tambahan yang dikenal sebagai mitral click. Adanya klik merupakan tanda awal bahwa jaringan katup menggelembung ke atrium kiri dan telah terjadi gangguan aliran darah. Mitral klik dapat berubah menjadi murmur seiring dengan semakin tidak berfungsinya bilah-bilah katup. Dengan berkembangnya proses penyakit, bunyi murmur menjadi tanda terjadinya regurgitasi mitral (aliran balik darah). Prolaps katup mitral terjadi lebih sering pada wanita dibanding pria.

              3.Penatalaksanaan
     Penatalaksanaan medis ditujukan untuk mengontrol gejala yang terjadi. Beberapa pasien mengalami disritmia yang mengganggu dan memerlukan antidisritmia, sedangkan yang lain mengalami gagal jantung ringan dan memerlukan terapi. Pada tahap lanjut, penggantian katup mungkin diperlukan.

    Pasien dengan sindrom ini perlu diberi penyuluhan mengenai pentingnya terapi profilaksis antibiotik sebelum menjalani prosedur invasif (mis: perawatan gigi prosedur genitouriner atau gastrointestinal, terapi IV yang dapat menyebabkan masuknya bahan infeksius ke dalam sistem tubuh. Apabila klien merasa ragu mengenai faktor risiko dan perlunya antibiotika, maka anjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter.





·         STENOSIS KATUP MITRALIS (SM)

  1.Definisi
     Stenosis katup mitralis adalah penyempitan lubang katup antara atrium kiri dan ventrikel kiri.

  2.Etiologi
    Stenosis katup mitralis biasanya disebabkan oleh pembentukan jaringan parut setelah demam rematik atau infeksi jantung lainnya.

  3.Patofisiologi
    Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fusi komisura katup mitral pada waktu fase penyembuhan demam reumatik. Terbentuknya sekat jaringan ikat tanpa pengapuran mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastolik lebih kecil dari normal.

     Berkurangnya luas efektif lubang mitral menyebabkan berkurangnya daya alir katup mitral. Hal ini akan meningkatkan tekanan di ruang atrium kiri, sehingga timbul perbedaan tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri waktu diastolik. Jika peningkatan tekanan ini tidak berhasil mengalirkan jumlah darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, akan terjadi bendungan pada atrium kiri dan selanjutnya akan menyebabkan bendungan vena dan kapiler paru. Bendungan ini akan menyebabkan terjadinya sembab interstisial kemudian mungkin terjadi sembab alveolar. Pecahnya vena bronkialis akan menyebabkan hemoptisis.

    Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningkat, kemudian terjadi pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katup trikuspid atau pulmonal. Akhirnya vena-vena sistemik akan mengalami bendungan pula. Bendungan hati yang berlangsung lama akan menyebabkan gangguan fungsi hati.

      Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah takikardi. Tetapi kompensasi ini tidak selamanya menambah curah jantung karena pada tingkat tertentu akan mengurangi masa pengisian diastolik. Regangan pada otot-otot atrium dapat menyebabkan gangguan elektris sehingga terjadi fibrilasi atrium. Hal ini akan mengganggu pengisian ventrikel dari atrium dan memudahkan pembentukan trombus di atrium kiri.

  4. Manifestasi Klinik

a.       Gambaran klinis mungkin tidak ada atau sebaliknya parah, bergantung pada tingkat stenosis.

b.       Dapat terjadi kongesti paru, dengan tanda-tanda dispnu (sesak napas) dan hipertensi paru.

c.         Dapat terjadi rasa bergoyang dan kelelahan akibat penurunan pengeluaran ventrikel kiri. Kecepatan denyut jantung mungkin meningkat akibat rangsangan simpatis.

d.       Dapat terjadi hipertrofi atrium kiri sehingga timbul disritmia atrium dan gagal jantung kanan.

5. Pemeriksaan Penunjang

a.       Dapat terdengar murmur jantung sistolik sewaktu darah masuk melalui orifisium yang menyempit.

b.       Dapat digunakan ekokardiografi untuk mendiagnosis struktur dan gerakan katup yang abnormal.

·   INSUFISIENSI KATUP MITRALIS (REGURGITASI) (IM)

1. Definisi

    Insufisiensi katup mitralis (regurgitasi) adalah kembalinya darah ke atrium kiri dari ventrikel kiri melalui katup mitralis, yang terutama terjadi sewaktu ventrikel berkontraksi.

2. Etiologi

     Insufisiensi mitralis terjadi akibat katup mitralis yang inkompeten. Katup mitralis gagal menutup sempurna sewaktu sistol ventrikel dimulai. Regurgitasi katup mitralis biasanya disebabkan oleh demam rematik, infeksi bakteri lainnya pada jantung, atau ruptur katup pada penyakit arteri koroner.

3. Patofisiologi
Insufisiensi mitral akibat reumatik terjadi karena katup tidak bisa menutup sempurna waktu sistolik. Perubahan pada katup meliputi klasifikasi, penebalan, dan distorsi daun katup. Hal ini mengakibatkan koaptasi yang tidak sempurna waktu sistolik. Selain pemendekan korda tendinea mengakibatkan katup tertarik ke ventrikel, terutama bagian posterior, dapat juga terjadi dilatasi anulus atau ruptur korda tendinea. Selama fase sistolik, terjadi aliran regurgitasi ke atrium kiri, mengakibatkan gelombang V yang tinggi di atrium kiri, sedangkan aliran ke aorta berkurang. Pada saat diastolik, darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel. Darah tersebut selain yang berasal dari paru-paru melalui vena pulmonalis, juga terdapat darah regurgitan dari ventrikel kiri waktu sistolik sebelumnya. Ventrikel kiri cepat distensi, apeks bergerak ke bawah secara mendadak, menarik katup, korda, dan otot papilaris. Hal ini menimbulkan vibrasi membentuk bunyi jantung ketiga. Pada insufisiensi mitral kronik, regurgitasi sistolik ke atrium kiri dan vena-vena pulmonalis dapat ditoleransi tanpa meningkatnya tekanan baji dan aorta pulmonal.

4. Manifestasi Klinik

a.      Gambaran klinis mungkin tidak ada atau sebaliknya parah, bergantung pada tingkat regurgitasi.

b.      Dapat terjadi kongesti paru, dengan tanda-tanda dispnu dan hipertensi pulmonaris, apabila darah kembali ke sistem vaskular paru.

c.       Penurunan curah jantung akibat penurunan volume sekuncup dapat menyebabkan rasa bergoyang dan kelelahan. Kecepatan denyut jantung mungkin meningkat akibat perangsangan simpatis.

d.      Hipertrofi ventrikel kiri dan atrium kiri dapat terjadi, sehingga timbul gagal jantung kongestif.

5. Pemeriksaan Penunjang

a.      Murmur jantung sistolik dapat didengar pada saat darah mendorong dengan kuat melewati katup.

b.      Ekokardiografi dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya struktur dan gerakan katup yang abnormal.


·         STENOSIS KATUP AORTA (SA)

1.Definisi
   Stenosis katup aorta adalah penyempitan lumen katup di antara ventrikel kiri dan aorta.

2.Etiologi
   Stenosis dapat disebabkan kelainan kongenital seperti aorta bikuspid dengan lubang kecil dan katup aorta unikuspid, yang biasanya menimbulkan gejala dini. Pada orang tua, penyakit jantung reumatik dan perkapuran merupakan penyebab tersering.

3. Patofisiologi

   Ukuran normal orifisium aorta 2-3 cm2. Stenosis aorta menyebabkan tahanan dan perbedaan tekanan selama sistolik antara ventrikel kiri dan aorta. Peningkatan tekanan ventrikel kiri menghasilkan beban tekanan yang berlebihan pada ventrikel kiri, yang diatasi dengan meningkatkan ketebalan dinding ventrikel kiri (hipertrofi ventrikel). Pelebaran ruang ventrikel kiri terjadi sampai kontraktilitas miokard menurun. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat. Kontraksi atrium menambah volume darah diastolik ventrikel kiri. Hal ini akan mengakibatkan pembesaran atrium kiri. Akhirnya beban ventrikel kiri yang terus menerus akan menyebabkan pelebaran ventrikel kiri dan menurunkan kontraktilitas miokard. Iskemia miokard timbul akibat kurangnya aliran darah koroner ke miokard yang hipertrofi.





4. Manifestasi Klinik

a.       Gambaran klinis dapat parah atau tidak muncul sama sekali, tergantung dari derajat stenosis.

b.       Kongesti paru, disertai tanda-tanda dispnea dan hipertensi pulmonal, dapat terjadi jika aliran balik darah mencapai sistem vaskular paru.

c.   Pusing dan kelemahan dapat terjadi akibat menurunnya curah jantung dan isi sekuncup. Frekuensi jantung meningkat melalui rangsangan simpatis.
d.       Hipertrofi ventrikel kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kongestif.

5. Pemeriksaan Penunjang

a.       Murmur jantung sistolik terdengar seperti aliran darah yang dipaksa masuk melalui lumen yang sempit.

b.       Ekokardiografi dapat digunakan untuk mendiagnosa struktur dan gerakan katup abnormal.


·         INSUFISIENSI KATUP AORTA (REGURGITASI) (IA)

     1.Definisi
    Insufisiensi katup aorta (regurgitasi) adalah kembalinya darah ke ventrikel kiri dari aorta selama diastol.

2. Etiologi

    Penyebab terbanyak adalah demam reumatik dan sifilis. Kelainan katup dan pangkal aorta juga bisa menimbulkan insufisiensi aorta. Pada insufisiensi aorta kronik terlihat fibrosis dan retraksi daun-daun katup, dengan atau tanpa klasifikasi, yang umumnya merupakan sekuele dari demam reumatik.

3. Patofisiologi

    Insufisiensi kronik mengakibatkan peningkatan secara bertahap dari volume akhir diastolik ventrikel kiri. Akibat beban volume ini, jantung melakukan penyesuaian dengan mengadakan pelebaran dinding ventrikel kiri. Curah sekuncup ventrikel kiri juga meningkat. Kompensasi yang terjadi berupa hipertrofi ventrikel kiri yang bisa menormalkan tekanan dinding sistolik. Pada tahap kronik, faktor miokard primer atau lesi sekunder seperti penyakit koroner dapat menurunkan kontraktilitas miokard ventrikel kiri dan menimbulkan peningkatan volume diastolik akhir serta penurunan fraksi ejeksi. Selanjutnya dapat meningkatkan tekanan atrium kiri dan hipertensi vena pulmonal.

    Perubahan hemodinamik keadaan akut dapat dibedakan dengan keadaan kronik. Kerusakan akut timbul pada pasien tanpa riwayat insufisiensi sebelumnya. Ventrikel kiri tidak punya cukup waktu untuk beradaptasi terhadap insufisiensi aorta. Peningkatan secara tiba-tiba dari tekanan diastolik akhir ventrikel kiri bisa timbul dengan sedikit dilatasi ventrikel.



4. Manifestasi Klinik

a.     Dapat diukur melebarnya tekanan paru.

b.    Biasanya terdapat denyut karotis dan perifer yang hiperkinetik (sangat kuat).

c.     Dapat timbul gejala-gejala gagal jantung.

5. Pemeriksaan Penunjang

a.     Sering terdengar murmur jantung diastolik bernada tinggi.

b.    Dapat digunakan ekokardiografi untuk mendiagnosis struktur dan gerakan katup yang abnormal.

B.ASUHAN KEPERAWATAN

I.PENGKAJIAN

v   Aktivitas/istirahat

Gejala: Kelemahan, kelelahan, pusing, rasa berdenyut, dispnea karena kerja, palpitasi, gangguan tidur (ortopnea, dispnea paroksismal nokturnal, nokturia, keringat malam hari).

Tanda: Takikardi, gangguan pada TD, pingsan karena kerja, takipnea, dispnea.


v   Sirkulasi

Gejala: Riwayat kondisi pencetus, contoh demam reumatik, endokarditis bakterial subakut, infeksi streptokokal; hipertensi, kondisi kongenital (contoh kerusakan atrial-septal, sindrom Marfan),trauma dada, hipertensi pulmonal, riwayat murmur jantung, palpitasi, serak, hemoptisis, batuk dengan/tanpa produksi  sputum.

Tanda: Sistolik TD menurun (AS lambat). Tekanan nadi: penyempitan (SA); luas (IA). Nadi karotid: lambat dengan volume nadi kecil  (SA); bendungan dengan pulsasi arteri terlihat (IA). Nadi apikal: PMI kuat dan terletak di bawah dan ke kiri (IM); secara lateral kuat dan perpindahan tempat (IA). Getaran: Getaran diastolik pada apek (SM), getaran sistolik pada dasar (SA), getaran sistolik sepanjang batas sternal kiri; getaran sistolik pada titik jugular dan sepanjang arteri karotis (IA). Dorongan: dorongan apikal selama sistolik (SA). Bunyi jantung: S1 keras, pembukaan yang keras (SM). Penurunan atau tak ada S1, bunyi robekan luas, adanya S3, S4 (IM berat). Bunyi ejeksi sistolik (SA). Bunyi sistolik, ditonjolkan oleh berdiri/jongkok (MVP). Kecepatan: takikardi (MVP); takikardi pada istirahat (SM). Irama: tak teratur, fibrilasi atrial (SM dan IM). Disritmia dan derajat pertama blok AV (SA). Murmur: bunyi rendah, murmur diastolik gaduh (SM). Murmur sistolik terdengar baik pada dasar dengan penyebaran ke leher (SA). Murmur diastolik (tiupan), bunyi tinggi dan terdengar baik pada dasar (IA). DVJ: mungkin ada pada adanya gagal ventrikel kanan. Warna/sianosis: kulit hangat, lembab, dan kemerahan (IA). Kapiler kemerahan dan pucat pada tiap nadi (IA).

v   Integritas ego

Gejala: Tanda kecemasan, contoh gelisah, pucat, berkeringat, fokus                menyempit, gemetar.

v   Makanan/cairan

Gejala: Disfagia (IM kronis), perubahan berat badan, penggunaan                diuretik.
Tanda: Edema umum atau dependen, hepatomegali dan asites (SM, IM), hangat, kemerahan dan kulit lembab (IA), pernapasan payah dan  bising dengan terdengar krekels dan mengi.

v   Neurosensori

Gejala: Episode pusing/pingsan berkenaan dengan beban kerja.

v   Nyeri/kenyamanan

Gejala: Nyeri dada, angina (SA, IA), nyeri dada non-angina/tidak                khas  (MVP).

v   Pernapasan

Gejala: Dispnea (kerja, ortopnea, paroksismal, nokturnal). Batuk                menetap atau nokturnal (sputum mungkin/tidak produktif).


 Tanda: Takipnea, bunyi napas adventisius (krekels dan mengi),                 sputum banyak dan berbercak darah (edema pulmonal),                 gelisah/ketakutan (pada adanya edema pulmonal).


v   Keamanan

Gejala: Proses infeksi/sepsis, kemoterapi radiasi, adanya perawatan gigi               (pembersihan, pengisian, dan sebagainya).

Tanda: Perlu perawatan gigi/mulut

v  . Penyuluhan/pembelajaran

Gejala:Penggunaan obat IV (terlarang) baru/kronis.

Pertimbangan pemulangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 4,9 hari. Bantuan dengan kebutuhan perawatan diri, tugas-tugas rumah  tangga/pemeliharaan, perubahan dalam  terapi obat, susunan perabot di rumah.

II.DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.Penurunan curah jantung b/d perubahan dalam preload/peningkatan     tekanan atrium dan kongesti vena.
2. Risiko kelebihan volume cairan b/d gangguan filtrasi glomerulus.
3. Nyeri akut b/d iskemia jaringan miokard.
4. Intoleran aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan       kebutuhan.
5. Ansietas b/d perubahan status kesehatan.





III. INTERVENSI

1.      Penurunan curah jantung b/d perubahan dalam preload/peningkatan      tekanan atrium dan kongesti vena.

Tujuan : Menunjukkan penurunan episode dispnea, nyeri dada,                  dan  disritmia.

Intervensi :

1) Pantau TD, nadi apikal, nadi perifer.

R/ Indikator klinis dari keadekuatan curah jantung. Pemantauan memungkinkan deteksi dini/tindakan terhadap dekompensasi.

2) Pantau irama jantung sesuai indikasi.

R/ Disritmia umum pada pasien dengan penyakit katup.

3) Tingkatkan/dorong tirah baring dengan kepala tempat tidur      ditinggikan 45 derajat.

R/ Menurunkan volume darah yang kembali ke jantung (preload), yang memungkinkan oksigenasi, menurunkan dispnea dan regangan jantung.

4) Bantu dengan aktivitas sesuai indikasi (mis: berjalan) bila pasien      mampu turun dari tempat tidur.
R/ Melakukan kembali aktivitas secara bertahap mencegah pemaksaan terhadap cadangan jantung.

5) Berikan oksigen suplemen sesuai indikasi. Pantau DGA/nadi      oksimetri.

R/ Memberikan oksigen untuk ambilan miokard dalam upaya untuk mengkompensasi peningkatan kebutuhan oksigen.

6) Berikan obat-obatan sesuai indikasi. Mis: antidisritmia, obat     inotropik, vasodilator, diuretik.

2. Risiko kelebihan volume cairan b/d gangguan filtrasi glomerulus.

Tujuan : Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran,                  berat  badan stabil, tanda vital dalam rentang normal,                  dan tak ada  edema.

Intervensi :

1) Pantau pemasukan dan pengeluaran, catat keseimbangan cairan     (positif atau negatif), timbang berat badan tiap hari.

R/ Penting pada pengkajian jantung dan fungsi ginjal dan keefektifan terapi diuretik. Keseimbangan cairan positif berlanjut (pemasukan lebih besar dari pengeluaran) dan berat badan meningkat menunjukkan makin buruknya gagal jantung.

2) Catat laporan dispnea, ortopnea. Evaluasi adanya/derajat edema       (dependen/umum).


R/ Terjadinya/teratasinya gejala menunjukka status keseimbangan cairan dan keefektifan terapi.

3) Berikan diuretik contoh furosemid (Lazix), asam etakrinik (Edecrin)  sesuai indikasi.

R/ Menghambat reabsorpsi natrium/klorida, yang meningkatkan ekskresi cairan, dan menurunkan kelebihan cairan total tubuh dan edema paru.

4) Pantau elektrolit serum, khususnya kalium. Berikan kalium pada diet  dan kalium tambahan bila diindikasikan.

R/ Nilai elektrolit berubah sebagai respons diuresis dan gangguan oksigenasi dan metabolisme. Hipokalemia mencetus pasien pada gangguan irama jantung.

5) Berikan cairan IV melalui alat pengontrol.

R/ Pompa IV mencegah kelebihan pemberian cairan.

6) Batasi cairan sesuai indikasi (oral dan IV).

R/ Dapat diperlukan untuk menurunkan volume cairan ekstrasel/ edema.

7) Berikan batasan diet natrium sesuai indikasi.

R/ Menurunkan retensi cairan.

 3.Nyeri akut b/d iskemia jaringan miokard.

Tujuan : Nyeri hilang/terkontrol.

Intervensi:
 
1) Selidiki laporan nyeri dada dan bandingkan dengan episode              sebelumnya. Gunakan skala nyeri (0-10) untuk rentang intensitas. Catat ekspresi verbal/non verbal nyeri, respons otomatis terhadap nyeri (berkeringat, TD dan nadi berubah, peningkatan atau  penurunan frekuensi pernapasan).

R/ Perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi penyebab nyeri. Perilaku dan perubahan tanda vital membantu menentukan derajat/ adanya ketidaknyamanan pasien khususnya bila pasien menolak adanya nyeri.

2) Berikan lingkungan istirahat dan batasi aktivitas sesuai kebutuhan.
R/ Aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokardia (contoh kerja tiba-tiba, stres, makan banyak, terpajan dingin) dapat mencetuskan nyeri dada.

3) Anjurkan pasien berespons tepat terhadap angina (contoh berhenti aktivitas yang menyebabkan angina, istirahat, dan minum obat antiangina yang tepat).

R/ Penghentian aktivitas menurunkan kebutuhan oksigen dan kerja jantung dan sering menghentikan angina.

4) Berikan vasodilator, contoh nitrogliserin, nifedipin (Procardia) sesuai indikasi.

R/Obat diberikan untuk meningkatkan sirkulasi miokardia (vasodilator) menurunkan angina sehubungan dengan iskemia miokardia.

4. Intoleran aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.

Tujuan : Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam                    toleransi aktivitas.

Intervensi:

1) Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut: frekuensi nadi 20/menit diatas frekuensi istirahat; catat peningkatan TD, dispnea atau nyeri dada; kelelahan berat dan kelemahan; berkeringat; pusing; atau pingsan.

R/ Parameter menunjukkan respons fisiologis pasien terhadap stres aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja/jantung.

2) Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frekuensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.

R/ Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual.

3) Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.

R/ Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.

4) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.

R/ Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

5) Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.

R/ Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.

5. Ansietas b/d perubahan status kesehatan.

Tujuan : Menunjukkan penurunan ansietas/terkontrol.

Intervensi:
                   
1) Pantau respons fisik, contoh palpitasi, takikardi, gerakan berulang, gelisah.

R/ Membantu menentukan derajat cemas sesuai status jantung. Penggunaan evaluasi seirama dengan respons verbal dan non verbal.

2) Berikan tindakan kenyamanan (contoh mandi, gosokan punggung, perubahan posisi).

R/ Membantu perhatian mengarahkan kembali dan meningkatkan relaksasi, meningkatkan kemampuan koping.


3) Dorong ventilasi perasaan tentang penyakit-efeknya terhadap pola hidup dan status kesehatan akan datang. Kaji keefektifan koping dengan stressor.

R/ Mekanisme adaptif perlu untuk mengkoping dengan penyakit katup jantung kronis dan secara tepat mengganggu pola hidup seseorang, sehubungan dengan terapi pada aktivitas sehari-hari.

4) Libatkan pasien/orang terdekat dalam rencana perawatan dan dorong partisipasi maksimum pada rencana pengobatan.

R/ Keterlibatan akan membantu memfokuskan perhatian pasien dalam arti positif dan memberikan rasa kontrol.

5) Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi, contoh napas dalam, bimbingan imajinasi, relaksasi progresif
.
R/ Memberikan arti penghilangan respons ansietas, menurunkan perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping.




IV. EVALUASI

1. Menunjukkan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia.

2. Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan      stabil,tanda vital dalam rentang normal, dan tak ada edema.

3. Nyeri hilang/terkontrol.

4. Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi     aktivitas.

5. Menunjukkan penurunan ansietas/terkontrol
.

















Reguitasi katup aorta

(Kebocoran pada katup)

Selama sistolik

Aliran dari ventriker kiri kearorta tertimbun
Curah jantung menurun
 

                                      


 

Kompensasi jantung untuk
mempertahankan beban volume                                                                                                                                                                                                              Suplai darah(O2)                                                                                             kejaringantubuhmenurun
    kontraksi jantung
                                                                                             kelemahan
palpitasi
Intoleransi  aktivitas
 

  perubahan status kesehatan
  ( merasa ada kelainan pada tubuh klien )
   
ASIENTAS
 








                                                         BAB III
                                                       PENUTUP

      A.KESIMPULAN

      Bila salah satu katup jantung tidak terbuka atau tertutup dengan baik maka akan mempengaruhi aliran darah. Bila katup tidak dapat membuka secara sempurna (biasanya karena stenosis), akibatnya aliran darah melalui katup tersebut akan berkurang. Bila katup tidak dapat menutup secara sempurna darah akan mengalami kebocoran sebagai proses yang disebut regurgitasi atau insufisiensi.

     B.SARAN

a.    Institusi/Akademis
Untuk mempermudah penulisan makalah alangkah baiknya buku-buku diperpustakaan dilengkapi lagi.
b.    Pembaca
Semoga makalah ini bermanfaat, dan dapat membantu dalam menambah wawasan khusus untuk mata kuliah SISTEM KARDIOVASKULER(KELAINA KATUP JANTUNG)
c.    Penulis
Semoga penulis bisa lebih memahami tentang penulisan ASKEP SISTEM KARDIOVASKULER (KELAINAN KATUP JANTUNG)